KRICOM - Martha Christina Tiahahu adalah salah satu Pahlawan Nasional wanita yang turut berjuang melawan penjajahan Belanda. Beliau lahir di Nusa Laut, Maluku, pada tanggal 4 Januari 1800.
Martha dibesarkan seorang diri oleh ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu, yang juga merupakan sahabat dari Thomas Mattulessi alias Kapitan Pattimura. Sebagai anak dari seorang pejuang, Martha kerap mengikuti ayahnya dalam pertemuan-pertemuan dengan pejuang lainnya. Hal ini pulalah yang kemudian membawa dirinya mengikuti jejak sang ayah.
Pada Mei 1817, Kapitan Pattimura menyatakan perlawanan terhadap pendudukan pasukan Belanda di Pulau Saparua. Hal tersebut membuat para pejuang Nusa Laut, termasuk Martha dan ayahnya, bergerak ke Saparua untuk memberikan bantuan.
Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, Martha sudah ikut angkat senjata bersama rakyat Maluku.Tak hanya sekedar ikut, andil Martha dalam peperangan melawan Belanda juga sangat besar.
Pada tanggal 11 Oktober 1817, Martha dan para pejuang berhasil memukul mundur dan mengepung pasukan Belanda yang dipimpin oleh Richemont. Richemont sendiri bahkan tewas tertembak dalam pertempuran tersebut.
Merespon hal tersebut, pengganti Richemont, Vermeulen Kringer, memerintahkan serangan besar-besaran terhadap para pejuang. Pertempuran sengit kembali terjadi. Para pejuang pun tersudut dan kehabisan amunisi, namun hal tersebut tidak membuat nyali mereka menciut. Tanpa kenal takut, Martha Tiahahu bersama para pejuang lain membalas tembakan para penjajah dengan lemparan batu.
Namun, semangat juang tersebut rupanya tak cukup untuk menghadapi serbuan para penjajah yang memiliki senjata lebih modern. Martha dan pejuang lainnya terpaksa mundur ke hutan. Akibatnya, kampung Ulath dan Ouw dibakar dan dijarah habis-habisan oleh pasukan Belanda.
Belanda akhirnya berhasil menangkap para tokoh pejuang, termasuk Martha dan ayahnya, Kapitan Paulus. Para tawanan kemudian di bawa ke kapal Eversten. Para pejuang tersebut dijatuhi hukuman mati, namun tidak bagi Martha. Ketika itu, Belanda menilai Martha masih sangat muda, sehingga memutuskan untuk tidak mengeksekusi dirinya.
Martha sempat berlutut dan memohon kepada para penjajah untuk mengampuni sang ayah. Namun semua itu sia-sia. Kapitan Paulus tetap menghadapi eksekusi. Martha dibebaskan setelah ayahnya dihukum mati, namun kembali ditangkap pada Desember 1817.
Dengan kapal Eversten, Martha bersama 39 orang lainnya dibawa ke pulau Jawa untuk dijadikan pekerja paksa. Selama dalam perjalanan, Martha melakukan aksi mogok makan. Hal ini membuat kondisi kesehatannya terus menurun dan akhirnya jatuh sakit. Meski keadaan fisiknya yang terus memburuk, Martha menolak semua upaya pengobatan yang ditawarkan padanya.
Hingga pada akhirnya, wanita pemberani ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 2 Januari 1818 di atas kapal Eversten yang ketika itu baru saja melewati wilayah Tanjung Alang. Jenazah Martha kemudian disemayamkan di Laut Banda.
Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui Martha Christina Tiahahu sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 20 Mei 1969, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969.
Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Maluku mendirikan monumen Martha Tiahahu di daerah Karang Panjang, Ambon.