KRICOM - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) soal perluasan pemidanaan pelaku asusila kaum LGBT, mengundang kritikan.
Anggota Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, Ratna Banatara Munti menegaskan, negara tidak bisa mengintervensi hak dasar warga hanya karena perbedaan orientasi seksual.
"Negara boleh hadir kalau memang ada tindak pidana yang merugikan pihak lain, dan itu semua sudah diatur dalam KUHP," kata Ratna kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/1/2017).
Ia mencontohkan, perbuatan seksual di muka umum, atau perbuatan seksual dengan pemaksaan atau kekerasan, semuanya sudah diatur dalam KUHP yang ada saat ini.
Oleh karenanya, perilaku seks sesama jenis yang melanggar aturan itu juga bisa dipidana sebagaimana perilaku seks dengan lawan jenis.
"Tidak perlu dibuat aturan baru yang secara spesifik mengatur seks sesama jenis. Itu namanya diskriminatif," ucapnya.
Dalam Pasal 292 KUHP, perilaku homoseksual bisa dipidana ketika seorang dewasa mencabuli anak di bawah umur. Sementara perilaku seks sesama jenis untuk sesama pria atau perempuan dewasa tak dapat dijerat pidana.
Muncul wacana aturan tersebut diperluas sehingga seks sesama jenis antara orang dewasa bisa dipidana meskipun tanpa paksaan dan kekerasan. Namun, wacana ini dinilai bisa melanggar hak privasi masyarakat.