KRICOM - Undang-Undang MD3 yang mengatur adanya dampak hukum bagi pengkritik DPR dinilai memiliki konsekuensi besar bagi ketatanegaraan. UU tersebut dinilai menjadi contoh buruk bagi masyarakat dan dapat menghancurkan sistem negara hukum.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, keputusan DPR menghidupkan kembali pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berdampak buruk. Orang menjadi tak menghormati hukum di Tanah Air.
"Kalau anggota dewannya seperti ini, bagaimana masyarakat? Tentu mereka akan meniru anggota dewan. Itu sangat bahaya dalam konteks hancurnya negara hukum," kata Isnur kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Bahaya lain yang timbul dari UU tersebut, kata dia, DPR akan menjadi super power. Sehingga, kontrol terhadap lembaga lain akan semakin sulit.
Aturan dalam UU MD3 juga dinilai mengganggu kerja lembaga lain. Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, pada Pasal 245 UU MD3 diatur anggota Dewan yang dipanggil untuk diminta keterangannya pada perkara pidana yang terkait maupun tidak terkait dengan tugasnya harus izin Presiden melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Menurut dia, UU MD3 sama dengan Rancangan KUHP yang diduga mengincar rakyat untuk dijerat hukum. Hal itu tak lepas dari adanya pasal penghinaan kepada Presiden serta pasal terkait berita bohong, contempt of court, dan pembukaan rahasia.
"Ini makin menguatkan kesan semangat kolonial, semangat penjajahan, di mana rakyat dicurigai sebagai penjahat yang harus dipenjara," ucapnya.
Dalam tahap itu, jika MKD menilai tulisan-tulisan para Jurnalis terlalu menghina anggota DPR, hal ini tentu akan mendorong MKD melaporkan jurnalis tersebut kepada pihak kepolisian.
"Undang-undang yang terbatas saja banyak Jurnalis yang terjerat. Terlebih ada UU MD3 seperti ini," kata Muhammad Isnur.
Diketahui, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD melalui rapat paripurna DPR, di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin (12/2/2018).