KRICOM - Hari ini 67 tahun yang lalu, Brigadir Jenderal TNI Ignatius Slamet Riyadi, seorang Pahlawan Nasional Indonesia gugur di tanah Maluku. Slamet Riyadi tertembak ketika sedang berjuang merebut kota Ambon dari pendudukan kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS).
Slamet Riyadi dilahirkan dengan nama Soekamto di Surakarta pada 26 Juli 1927. Sejak kecil, Slamet Riyadi sudah akrab dengan dunia kemiliteran lantaran ayahnya adalah seorang perwira di Kesultanan Surakarta.
Karir militer cemerlang ditorehkan Slamet Riyadi pada masa perang kemerdekaan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Slamet bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Resimen I Divisi X Surakarta yang dipimpin oleh Kolonel Sutarto.
Ketika Belanda melancarkan agresi militernya di tahun 1947, Slamet Riyadi yang ketika itu sudah berpangkat Mayor, bergerilya mempertahankan kota Solo dari serangan penjajah. Mayor Slamet Riyadi beserta pasukannya juga turut andil dalam menumpas pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Pada tahun itu juga, beliau dipromosikan menjadi Letnan Kolonel.
Pada 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) memproklamasikan kemerdekaannya dari Indonesia. Letkol Slamet Riyadi diberi kepercayaan memimpin pasukan untuk merebut kembali Maluku dari tangan separatis yang dipimpin oleh Dr. Chris Soumokil tersebut. Ketika itu, rangkaian operasi militer yang digelar di bawah pimpinan beliau terus menuai keberhasilan.
Pada 4 November 1950, iring-iringan panser TNI mendekati Benteng Victoria yang menjadi pertahanan terakhir para pemberontak di kota Ambon. Letkol Slamet berada dalam salah satu panser tersebut. Pasukan separatis yang bertahan di dalam benteng dengan licik mengibarkan bendera merah putih untuk mengecoh para prajurit TNI.
Lantaran mengira Benteng Victoria sudah dikuasai TNI, Letkol Slamet keluar dari panser untuk memeriksa keadaan. Nahas, seorang penembak jitu RMS melihat hal tersebut. Sniper RMS menembak Letkol Slamet Riyadi di bagian perut. Beliau kemudian dilarikan ke Kapal Rumah Sakit Waibalong untuk mendapat perawatan. Namun nyawanya tak terselamatkan.
Letkol Slamet Riyadi gugur di usianya yang baru menginjak 23 tahun. Namun, pengorbanannya tak sia-sia. TNI berhasil merebut kota Ambon sepenuhnya dari tangan separatis RMS. Letkol Slamet lalu dimakamkan di kota Ambon.
Atas jasa-jasanya, Slamet Riyadi diberikan kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal (Anumerta). Sejumlah medali anumerta juga dianugerahkan padanya. Di antaranya Bintang Gerilya, Bintang Sakti, dan Satya Lencana Bakti.
Slamet Riyadi telah menerima banyak penghormatan. Namanya digunakan sebagai nama jalan di berbagai kota di Indonesia, termasuk kota kelahirannya, Solo. Sebuah universitas di kota tersebut juga dinamai dengan namanya. Salah satu kapal perang tercanggih milik TNI AL dinamai KRI Slamet Riyadi.
Pada 9 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Slamet Riyadi.