KRICOM - Politisi Hanura Miryam S. Haryani tak terima dengan vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Jangankan jadi terdakwa atau terpidana, jadi tersangka saja sejak awal saya sudah keberatan," ujar Miryam usai divonis Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).
Miryam tetap bersikukuh mendapatkan tekanan dari penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan di tingkat penyidikan dalam kasus e-KTP. Utamanya, dari penyidik Novel Baswedan.
Bahkan, Miryam menyebut justru Novel yang telah memberikan keterangan palsu di persidangan Irman dan Sugiharto. Menurutnya, Novel yang seharusnya dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sekarang begini, memberikan keterangan tidak benar, ada satu penyidik yang memberikan keterangan tidak benar yaitu Novel Baswedan. Saya akan kejar ke manapun," geram Miryam.
Karenanya, Miryam mengaku berencana melaporkan Novel ke polisi lantaran telah memberikan tekanan dan ancaman kepada dirinya.
Saat disinggung kapan Miryam akan melaporkan Novel, dia belum mengetahuinya. Ia mengaku masih harus berkonsultasi dengan tim kuasa hukumnya.
"Saya akan konsultasi dulu dengan tim hukum saya. Iya, nanti saya kabari ya," kata Miryam.
Selain itu, Miryam pun mengaku masih pikir-pikir sebelum memutuskan langkah banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut.
"Saya dengan tim lawyer akan berpikir dalam waktu tujuh hari untuk banding atau tidaknya," kata Miryam.
Diketahui, vonis terhadap Miryam ini lebih rendah tiga tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Miryam sebelumnya dituntut hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.