Kricom - Ini kenyataan, fungsi sekolah untuk anak zaman sekarang sudah beralih fungsi. Mereka bukan lagi datang untuk menuntut ilmu apalagi ketemu guru, tapi sekolah sudah menjadi salah satu tempat untuk berlomba-lomba mencari teman dan gebetan.
Berbagai cara dilakukan untuk lebih menarik perhatian. Biasanya, siswa-siswi mulai membuat genk saat beberapa bulan menginjakkan kaki di sekolah, alasannya karena merasa cocok dan ingin terlihat lebih menonjol. Genk biasanya dibuat oleh siswa-siswi yang terkenal dan hits di sekolahnya. Untuk anak pendiam, tidak mungkin bisa merasakan ‘duduk’ di genk anak hits.
Jarang berkomunikasi dengan teman di sekitarnya? Iya, bagaimana mungkin si pendiam bisa terkenal kalau berbicara saja tidak pernah. Karena biasanya aktivitas di genk ini tidak jauh dari nyinyirin orang dan ngegosip, mulai dari bisik-bisik menghina fisik. Bagi si pendiam ini bukan hal yang aneh untuk diterima. Walaupun begitu, tetap saja si pendiam tetap diam, alasannya karena takut, lalu besoknya tidak masuk sekolah.
Sekolah tidak tahu-menahu, yang mereka tahu si pendiam tidak masuk karena sakit. Padahal dia sakit hati karena terintimidasi. Dihina karena fisiknya tidak cantik, tidak keren, tidak terkenal, terlalu sibuk baca buku, dan dianggap remeh karena tidak punya teman.
Terlihat sepele, tapi jika kamu merasakannya pasti sakit luar biasa. Namanya bully, suka banget mengintimidasi orang yang terlihat lemah dengan mengancam hingga memaksa melakukan sesuatu hal yang tidak sewajarnya dilakukan. Biasanya membahayakan diri dan mencederai yang melakukan. Beberapa pelaku bully tidak sadar bahwa itu membahayakan fisik dan psikis seorang anak.
Dunia pendidikan kini mulai krisis keamanan social. Terbukti, sebanyak 84% anak di usia 12-17 tahun pernah menjadi korban bullying yang tercatat oleh Tespa dari Januari hingga 15 Juli 2017. Setiap tahun, angka bullying terus meningkat, terutama di dunia pendidikan. Remaja pria usia 17 tahun asal Hicksviller, Long Island, AS bunuh diri setelah 7 tahun dibully. Angelo Collazo tak tahan menerima perundungan dari teman-temannya karena menderita skoliosis dikutip dari Kompas.com
Sebagai mahasiswa, perlu lebih peka terhadap isu-isu sosial yang mulai terabaikan karena dianggap sudah biasa dilakukan padahal berbahaya jika dibiarkan.
Tapi jangan khawatir, sekarang ada GAB di sekolah. Kami mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila membuat sebuah komunitas bernama Gerakan Anti Bullying (GAB). Kegiatan yang dilakukan adalah membantu dan mengantisipasi bullying di sekolah, Hal ini merupakan bentuk pengabdian ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk masyarakat agar lebih bermanfaat. Selama tiga hari GAB akan melakukan di SMAS Taruna Andigha Bogor. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat 11 November, Senin 14 November, dan Jumat 17 November.
Kegiatan dilakukan secara interaktif, disampaikan langsung oleh GAB kepada siswa-siswi dalam bentuk workshop dan tentunya games, serta merchandise. Untuk menarik perhatian audiens ada cara yang dilakukan oleh GAB, mulai dari strategi media cetak dan media online. Selain itu, GAB juga mencoba berbicara langsung dan mendekati siswa-siswi SMAS Taruna Andigha agar mereka merasa lebih akrab dan antusias dengan kegiatan ini.
Misi GAB sangat sederhana, yaitu ingin memberi pemahaman bagaimana tanda-tanda pelaku ataupun korban bullying di sekolah beserta dampak yang akan ditimbulkan. Selain itu, kegiatan ini juga bisa jadi inspirasi dalam membuat
(Rera Laisi)