Kricom - Di lorong koridor yang panjang, di depan gudang kertas, duduk seorang anak berkulit sawo matang yang sedang memandang sebuah buku tebal. Walaupun sudah berjam-jam membaca, pandangannya seperti tidak redup seperti api yang tertiup angin.
Hanya dengan membawa sebuah kantung berisi tumpukan kertas yang digendong, dia tampak serius membaca buku di tangannya. Tubuhnya yang kecil dibalut kain putih bercelana merah dengan mahkota yang juga berwarna merah menegaskan bahwa dia masih anak-anak.
Biasanya, sepulang sekolah, anak-anak seusianya akan langsung bermain, tetapi berbeda dengan anak berusia 12 tahun yang biasa disapa Rizki itu.
Setiap pulang sekolah, dia selalu datang di perpustakaan yang berada di sekolah swasta daerah Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Tiap hari, dia menghabiskan waktunya selama 2-3 jam untuk membaca buku. Walaupun jarak rumah ke perpustakaan cukup jauh, hal itu tidak membuatnya patah semangat dan membuatnya mengurungkan niat dan ingin cepat-cepat pulang. Setiap berangkat sekolah, Rizki selalu izin ke orangtuanya bahwa selepas sekolah, dia tidak langsung pulang, tapi akan mampir dulu ke perpustakaan.
“Saya suka baca karena cita-cita saya ingin jadi dokter,” ujarnya dengan wajah yang polos sambil menatap buku.
Rizki adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, satu kakak perempuan (sulung) bernama Susiana dan satu kakak laki-laki bernama Riyan. Riski cerita, kakak laki-lakinya itu jago Matematika dan Fisika. Diajuga sering menang lomba di tingkat provinsi. Itulah yang menjadi motivasi dan dorongan Rizki sehingga dia juga giat belajar dan tidak mau kalah dalam prestasi.
“Rizki punya keinginan jadi dokter sejak masih kecil, sebelum masuk Sekolah Dasar. Awalnya dia pernah sakit demam dan muntah-muntah terus dibawa ke rumah sakit, ditangani oleh dokter spesialis anak. Setelah sembuh, dokternya memberikan hadiah ke Rizki,” kisah orangtuanya.
Di sekolah Rizki tergolong anak yang pandai. Dia pernah mengharumkan nama sekolahnya di Lomba Cerdas Cermat. Pelajaran yang dia sukai adalah IPA dan hampir semua materi IPA dasar dia kuasai. Gurunya pun bangga pada Rizki karena semangatnya menggapai cita-cita. Di sekolah pun dia aktif bertanya, tapi kadang teman-temannya mengejek karena mengira Rizki suka mencari perhatian guru.
Mungkin yang dilakukan Rizki dengan kegemarannya membaca jarang diperhatikan, tetapi ketahuilah bahwa hobi yang dilakukan Rizki adalah sesuatu yang luar biasa. Zaman sekarang, bisa dihitung anak-anak yang suka membaca buku. Kebanyakan anak-anak seusia Rizki, menghabiskan waktunya untuk bermain.
Bukan itu saja, melihat anak-anak sudah bertingkah seperti orang dewasa sebelum waktunya sungguh membuat miris dan jadi perbincangan warganet. Hal itu bisa dilihat dengan munculnya meme sebagai ungkapan kekecewaan terhadap generasi sekarang, seperti ungkapan ‘Kids Jaman Now dan Generasi Micin’. Anak-anak sekarang sudah terpengaruh oleh media yang informasinya gampang diakses sehingga mereka bertingkah dewasa sebelum waktunya.
Dan di era milenial ini, hampir semua orang mempunyai gadget, mulai anak-anak hingga orangtua, semua sudah menggenggam gadget. Orang pun tidak lepas dari informasi dan komunikasi yang bisa diakses melalui gadgetnya. Beruntung, di era milenial ini masih ada anak seperti Riski yang tidak terpengaruh oleh gadget.
Dari sebuah keinginan dan tujuan, Rizki selalu berusaha untuk menggapai cita-citanya. Dia tidak peduli seberapa kerennya gadget, seberapa majunya teknologi. Yang ada di hatinya hanya ingin membanggakan kedua orangtuanya.
Dia menggenggam teguh ucapan orangtuanya bahwa ‘proses tidak akan mengingkari tujuan yang akan dicapai. Jika kita sungguh-sungguh, kelak suatu hari akan sukses dan menjadi kebanggaan orangtua’.
(Bayu Maulana)