Kricom - Di saat semua orang sibuk dengan barang yang selalu digenggamnya, kehadiranku semakin tidak dianggap nyata. Keakraban semakin memudar, kejujuran sulit didapatkan, dan kualitas waktu untuk berkumpul semakin hilang dan sulit ditemukan lagi. Aku merasakan itu semua, sekarang ini.
Terkadang aku berpikir untuk apa dia diciptakan kalau hanya membuat semuanya semakin menjauh? Kemudahan yang dirasakan menjelma menjadi batu sandungan di atas kekeluargaan. Ah, aku rindu masa-masa saat semua orang dapat dengan mudah berkumpul, tanpa takut dikejar deadline ini dan itu, tanpa takut rasa haus akan popularitas di media sosial. Semua berjalan natural dan apa adanya.
Tetapi, dia datang dan mengubah semuanya. Aku, teman-teman, bahkan keluarga terkena dampaknya. Kami sering sekali berkumpul. Tapi sedihnya, kami mengobrol hanya dengan ‘dia’, lalu berfoto-foto untuk bukti yang nantinya akan disebar di akun media sosial, setelah itu hanya haha-hihi lewat chat. Chat itu pun akan berlalu, paling lama seminggu. Pertemuan itu pun aku anggap tak ada artinya. Kenapa semuanya harus terekam oleh dia? Mengapa tidak kita buat kenangan yang memang nyata adanya dan berkualitas?
Aku mengakui bahwa popularitas di media sosial mampu mengubah hidup seseorang. Lingkunganku banyak sekali memberi contoh soal itu. Banyak dari mereka yang berubah menjadi lebih baik, tapi kenyataan tidak sedikit pula dari mereka yang angkuh dan sombong. Mereka memiliki predikat ‘selebgram’, ‘gue terkenal loh sekarang’. Oh God! Apakah pengakuan dunia maya jauh lebih penting dibanding prestasi yang didapat? Entahlah.
Di sini aku juga ingin menceritakan hasil pengamatanku, terlalu banyak dan terlalu cepat dewasanya generasi muda sekarang. Kenapa? Pasti banyak dari kalian yang pernah liat anak SD pacaran di pojokan, anak TK yang kira-kira berumur 6 atau 7 tahun berlagak kaya wanita-wanita di sinetron yang drama berantem sama pacarnya.
Video mereka banyak yang viral di instagram loh, guys. Asli, miris banget gak sih ngeliatnya? Aku yakin sih itu semua terpengaruh media sosial yang dengan mudah mereka akses tanpa pengawasan orangtua. Dan kebanyakan dari mereka mencontoh apa yang memang dilakukan orang dewasa.
Itulah kenapa aku rindu dengan waktuku yang berkualitas. Waktu seumur mereka, hidupku jauh sekali dari gadget, selain karena ibu atau ayah yang melarang dan aku tidak pernah memintanya pula. Justru aku sangat menikmati masa-masa itu. Dan, saat ini aku bersyukur masa kecilku dahulu tidak tercemar oleh hal-hal yang memang bukan ranahku.
Hal lain yang menjadi kemirisanku adalah bangsa ini menjadi mudah diprovokasi. Hoax yang dengan mudah tersebar. Banyak sekali pakar politik dan ahli agama yang tiba-tiba muncul di media sosial. Seakan hidupnya sudah semakin benar saja.
Sekarang ini apabila kalian terlihat makan dengan menggunakan sumpit, pasti kalian akan di cap auto Cina atau Chinese. Aku rindu kedamaian Indonesia yang pernah aku rasakan sebelumnya.
Media sosial itu jahat! Kecuali kalau kalian bisa menggunakannya dengan baik dan bijak. Selain itu perlu kedewasaan juga, karena tidak jarang aku melihat banyak sekali justru orang-orang yang sudah cukup umur atau bisa dibilang dewasa malah berantem di media sosial, melakukan body shamming, bullying, dan menyebarkan foto-foto syur (ini seharusnya cukup menjadi dokumentasi pribadi aja, sih).
Tetapi, di balik semua keburukan media sosial, sebenarnya kita bisa memanfaatkannya untuk tujuan yang baik, seperti membuat online shop, bertemu dengan teman-teman yang sudah lama berpisah, mengetahui kegiatan artis k-pop atau tokoh-tokoh inspiratif lain yang kita kagumi. Banyak hal yang dapat kita eksplorasi. Namun, semuanya jangan dilakukan dengan berlebihan.
Kita harus mampu membedakan mana kehidupan nyata dan mana kehidupan maya. Semua orang memakai topengnya saat berinteraksi di dunia maya, walaupun dalam kehidupan nyata banyak juga sih yang seperti itu. Tidak perlu iri atau ingin seperti orang yang kita lihat karena kita tidak tahu kesusahan seperti apa yang selama ini mereka tanggung.
Aku berharap semoga semua masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang melek teknologi, tapi bukan budak teknologi! Jangan jadi masyarakat yang mudah terprovokasi. Semoga aku dan teman-teman yang lain pun mampu memberikan karya yang menarik dan dapat memajukan Indonesia dengan menggunakan media sosial. Tidak salah dong memiliki mimpi seperti itu!
(Fiet Dhaniyanti)