KRICOM - Ahli Neurologi dr. Ryu Hasan tak setuju jika orang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) masuk ke dalam kategori penyakit seksual.
Bahkan, Ryu dengan tegas mengatakan jika Lesbi, Gay dan Biseksual sangat berbeda dengan Transgender. Bukan tanpa alasan, Lesbi, Gay dan Biseksual merupakan orientasi seksual.
"Kalau transgender itu orang yang tak nyaman dengan identitas gendernya. Misalnya laki-laki tapi gak nyaman dengan kelaki-lakinnya, itu baru namanya transgender," kata Ryu dalam acara diskusi SMRC di Jalan Cisadane, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).
Ryu melanjutkan, dalam tataran kedokteran, hanya transgender yang dikatakan sebagai penyakit.
''Sejak tahun 1973, dalam buku panduan psikiatri maupun psikologi seluruh dunia ditegaskan bahwa orientasi seksual itu bukan penyakit. Orientasinya tak sakit," imbuhnya.
"Jadi homoseksual yang merasa keganggu dengan ke-gay-anya baru dinyatakan saksi dalam dunia kedokteran," tambahnya.
Nantinya, oleh dokter yang dihilangkan bukan merubah orientasi seksualnya tapi rasa ketidaknyamannya.
"Itu kedokteran. Kedokteran sungguhan ya," tegasnya.
Lebih lanjut, Ryu mengatakan, seorang gay atau lesbi bisa menderita sakit ketidaknyamannnya. Penyakit itu disebut egodistonik.
"Pedoman kami untuk diagnosa gangguan jiwa sudah mengeluarkan orientasi seksual dari kelompok penyakit. Bahkan dikasih tahu kalau orientasi seksual bukan penyakit, yang masalah adalah aktivitasnya," tuturnya.
"Contohnya, saya senang sama tetangga karena punya mobil bagus, tapi kan saya tak mau ambil mobil itu, ya enggak ada masalah," pungkasnya.