KRICOM - Beberapa nama prajurit TNI dan Polri aktif turut menyemarakkan gelaran pesta demokrasi Pilkada Serentak 2018 yang bakal berlangsung.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Irjen (Purn) Bekto Suprapto menilai fenomena tersebut muncul karena adanya dua Undang-Undang yang dijadikan sandaran, yakni Undang-Undang TNI dan Kepolisian, serta Undang-Undang Pilkada.
Dalam Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, secara tegas mengatakan personel kedua institusi tersebut mundur jika ikut dalam konteks Pilkada.
"Dalam Undang-Undang Polri dan Undang-Undang TNI jelas tidak boleh berpolitik praktis. Siapapun yang maju harus mengundurkan diri," kata Bekto dalam diskusi bertajuk 'Para Jenderal Berlaga di Pilkada' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/1/2018).
"Tapi ada UU lain, yakni UU Pemilu dimana dikatakan mundur setelah ditetapkan sebaga calon oleh KPUD," tambahnya.
Dengan adanya dua aturan itu, kata dia, pihak-pihak di TNI dan Polri yang berhasrat berpolitik dan berkuasa akan lebih memilih undang-undang yang menguntungkan dirinya sebagai acuan dan alasannya.
"Bagi mereka yang punya hasrat berpolik tentu mereka akan pilih yang paling enak," ucapnya.
Oleh sebab itu, Bekto meminta agar Undang-Undang Pemilu direvisi sehingga ada batasan untuk personel maupun PNS yang ingin mengikuti pemilihan kepala daerah.
"Jadi Kompolnas akan mendorong siapa saja untuk membenahi UU ini (Pilkada). UU ini harus dibenahi," katanya.
Pada perhelatan Pilkada Serentak 2018, sejumlah nama Pati aktif TNI dan Polri memutuskan maju. Di lingkungan TNI, ada nama Letjen Edy Rahmayadi yang memutuskan maju sebagai bakal calon gubernur Sumatera Utara.
Sedangkan di jajaran Polri, ada Kapolda Kaltim, Irjen Safarudin yang hendak maju sebagai bakal calon Gubernur Kaltim. Selanjutnya ada Irjen Murad Ismail yang bakal maju untuk kursi Gubernur Maluku. Kemudian Wakalemdiklat Polri Irjen Pol Anton Charliyan yang ingin turut serta dalam Pilgub Jabar 2018.