KRICOM - Ketua presidium alumni 212, Slamet Marif ngotot jika aksi yang dilangsungkan di Monumen Nasional tersebut tak berkaitan dengan agenda politik. Alih-alih mendukung, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Ahmad Dhani justru berpendapat sebaliknya.
Ia mengamini jika aksi yang dihadiri oleh jutaan umat Islam tersebut bernuansa politik.
"Kalau menurut saya, 212 ini bisa dibilang aksi politik. Karena Ahok pun menjadi tidak menang, ini asumsi awam saya. Bisa dibilang aksi politik," ujar Dhani sebelum meninggalkan lokasi Reuni 212 di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (2/12/2017).
Aksi 212 tahun lalu memang diselenggarakan saat gelaran Pilgub DKI berlangsung. Saat itu ada 3 pasangan yang bersaing, yakni Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki T Purnomo (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pilgub DKI pun dimenangkan Anies-Sandi.
Dhani kemudian menyebut politik wajib dilakukan umat Islam. Dia menyerukan dalam rangka Reuni 212 ini.
"Pesannya sih saya melihatnya umat Islam boleh berpolitik, wajib," tegas Dhani.
Pentolan grup band Dewa 19 itu juga punya pesan lainnya. Dia berharap Reuni 212 tahun berikutnya bisa diselenggarakan lebih meriah lagi.
"Kalau saya melihat sebagai enterpreneur, tahun depan dibungkus dengan EO (event organizer) yang lebih bagus. Orang yang lebih banyak, sound sistemnya lebih bagus dan ulamanya dari seluruh dunia," papar kader Gerindra itu.
Soal politik di kegiatan 212 juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurut dia, politik dan keagamaan tidak bisa dilepaskan karena saling menyatu.
"Ya namanya kita hidup, masa dipisahkan antara politik, ekonomi, keagamaan, dan kebudayaan. Semua kan menyatu," ungkap Fadli di lokasi yang sama.
Dia menilai Reuni 212 sebagai kegiatan keagamaan yang bagus. Tapi Fadli tak setuju apabila aksi 212 dianggap sebagai bentuk politisasi.
"Kalau mau dibawa nilai sendiri saja, nggak ada dugaan sangkaan politisasi. Saya kira itu kurang cerdas saja menangkapnya," tutur Waketum Gerindra tersebut.