KRICOM - Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian menyayangkan sistem di kepartaian yang mengharuskan calon kepala daerah (cakala) mengeluarkan biaya puluhan miliar rupiah guna berkontstasi dalam Pilkada. Menurutnya, sistem tersebut memiliki kecenderungan memunculkan perilaku koruptif.
"Salah satu munculnya praktik korupsi di Indonesia disebabkan biaya Pilkada yang cukup mahal sehingga calon kepala daerah (cakala) yang akan maju harus mengeluarkan biaya hingga puluhan miliar rupiah, dan setelah menjabat tentunya bagaimana memikirkan agar uangnya kembali," kata Jenderal Tito, Selasa (27/3/2018).
"Begitu jadi gubernur atau bupati, gaji dihitung 5 tahun tidak dapat Rp 20 miliar. Mau tekor? Sama saja dengan sistem pemilihan ini. Kita sudah menggiring, menciptakan para koruptor. Tinggal pilih mana-mana saja yang mau ditangkap," jelas Tito.
Menurut Tito, tentunya partai tidak mungkin memberikan 'kendaraan' gratis bagi cakala yang diusung maju.
"Bayangkan, dua tahun membangun jaringan tidak ada yang gratis. Jadi bupati kalau enggak Rp 30 sampai Rp 40 miliar enggak berani. Jadi gubernur kalau di bawah Rp 100 miliar enggak berani," jelasnya.
Sejalan dengan sistem tersebut, ia berharap pemerintah daerah bisa bersikap netral jika dalam sebuah daerah ada calon kepala daerah yang berstatus incumbent. Sikap mentral tersebut dicerminkan dengan tidak menyalahgunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) demi kendaraan politik.
"Pemda kami harapkan netral dan berikan anggaran. Ini pun anggaran bisa tarik-menarik. Yang kira-kira punya mau ya dukung, apalagi kalau petahana-petahana. 'Dukung saya enggak? Kalau dukung, pengajuan kamu 100 persen saya penuhi," tutupnya.