KRICOM - Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tetap menersangkakan calon kepala daerah (Cakada) yang terindikasi korupsi ditentang berbagai pihak, termasuk dari politikus PDIP, Arteria Dahlan. Pasalnya, langkah tersebut justru dilakukan di detik-detik gelaran Pilkada Serentak.
"Sebenarnya apa yang dikhawatirkan (KPK)? Menghilangkan barang bukti, menghambat, menghalang-halangi penyidikan? Kan KPK punya Pasal 21 UU KPK, apa yang perlu dikhawatirkan?," jelas Arteria dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/3/2018).
Dibanding mengurusi cakada yang hendak berkontestasi di Pilkada Serentak 2018, ia justru menyarankan kepada lembaga antirasuah untuk melunasi 'hutang' perkara yang mangkrak.
"KPK masih banyak sekali tunggakan perkara. Sebaiknya itu saja yang diselesaikan terlebih dahulu. Atau melakukan pencermatan lebih mendalam sekaligus mencoba untuk merekonstruksi perkara atas laporan masuk yang berjumlah hampir 8.000 laporan setahun yang masuk melalui Dumas (pengaduan masyarakat)," sindirnya.
Menurutnya, penetapan tersangka bagi seorang calon kepala daerah justru dianggap sebagai langkah merenggut hak demokrasi bagi calon itu sendiri. Hal itu ia contohkan ada kasus yang menimpa calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus (AHM) yang diduga tersangkut korupsi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong.
"Seberapa urgensinya untuk mengumumkan sekarang? KPK ngotot mengumumkannya saat masa kampanye ini, padahal tindak pidananya terjadi di periode 2005-2010 (saat menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Sula). Kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum penetapan pasangan calon oleh Partai Politik," tandas anggta Komisi III DPR ini.