KRICOM - Dua pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Semarang dikeluarkan dari sekolah. Pelajar berinisial AN dan AF ini dikeluarkan karena dituding menganiaya juniornya saat pelaksanaan kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK).
Dilansir dari Antara, Kamis (1/3/2018), AN yang duduk di kelas XII MIPA 11 merupakan pelajar berprestasi. Dia merupakan koordinator Satgas Anti-Narkoba OSIS di SMA Negeri 1 Semarang. Sebagai pengurus OSIS, AN ikut menangani kegiatan LDK yang berlangsung pada November 2017.
Orangtua AN, Suwondo mengatakan, masalah ini berawal ketika ada tiga orangtua siswa berinisial BT, KR, NT menghadap ke Kepala SMA Negeri 1 Semarang. Mereka mengadu jika anaknya menjadi korban bullying saat LDK.
Atas desakan dari ketiga orang tua siswa itu, pihak sekolah melakukan operasi mendadak (sidak) terhadap ponsel milik pengurus OSIS dan ditemukan beberapa rekaman video kegiatan LDK.
"Dari beberapa rekaman video itu, ada yang diindikasikan semacam kekerasan. Padahal itu bukan murni kekerasan. Itupun dalam konteks mengajak adu argumentasi saat pembekalan LDK," ujar Suwondo kepada wartawan beberapa waktu yang lalu.
Suwondo menambahkan, dalam rekaman itu, terlihat AN yang melakukan adegan penamparan kecil dan AF melakukan semacam adegan pemukulan di perut yang dipastikannya bukan penganiayaan karena tidak ada yang terluka sama sekali.
Masalah pun berlanjut, pada 5 Februari 2018, Suwondo menerima surat dari sekolah yang menyebutkan anaknya telah melakukan penamparan saat kegiatan LDK. Dia kemudian dipanggil oleh pihak sekolah. Suwondo pun berangkat mendatangi sekolah anaknya.
"Pihak sekolah langsung bilang, `Anakmu mau dicabut atau dikeluarkan?`. Kalau saya yang mencabut, artinya mengundurkan diri, dan permasalahan selesai. Kalau tidak, sekolah mengancam akan diproses hukum," imbuhnya.
Suwondo pun menolak mencabut, akhirnya sekolah mengeluarkan surat pengembalian kepada orang tua untuk AN dengan dasar dinilai telah melanggar pasal-pasal tata tertib yang dibuat oleh sekolah favorit itu.
Untuk AF, kata dia, orang tuanya ketakutan sehingga menulis surat pengunduran diri dalam kondisi tertekan, termasuk dikatakan sekolah sudah berkoordinasi kepolisian, komite sekolah, dewan guru, alumni dan Dinas Pendidikan, padahal belum.
Karena itu, dia menolak datang ketika dipanggil kembali oleh sekolah karena mengetahui sekolah akan memaksanya menandatangani surat pengunduran diri, sementara putrinya adalah anak baik-baik dan berprestasi.
"Saya merasa anak saya juga menjadi korban, AN sempat masuk sekolah, kemudian disuruh pulang. Sampai sekarang, anak saya masih `syok`. Padahal, tinggal beberapa bulan lagi kelulusan sekolah," lanjutnya.
Selain dua siswa yang dikeluarkan, kata dia, ada sembilan pengurus OSIS yang terancam sanksi serupa yang juga dikaitkan dengan meninggalnya BT di kolam renang beberapa waktu lalu, tetapi tidak ada buktinya.
Indah, orang tua siswa pengurus OSIS lainnya juga prihatin dengan dikeluarkannya dua siswa SMA Negeri 1 Semarang tanpa alasan jelas yang membuat sejumlah orang tua siswa menjadi ikut resah.
"Kami orang tua siswa yang juga menjadi pengurus OSIS sepakat untuk mendukung AN dan AF. Anak-anak kami telah menjadi korban kekerasan psikis. Ini telah menjadi masalah bersama," katanya.
Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Semarang Endang Suyatmi Listyaningsih belum bisa dikonfirmasi hingga saat ini, sementara saat dihubungi nomor telepon selulernya juga tidak aktif.
Sementara itu, AN menolak jika dirinya dituduh melakukan bullying. Menurutnya, yang dimaksud hukuman kontak fisik bukanlah dalam bentuk kekerasan fisik, sebagaimana dilakukannya dengan penamparan kecil terhadap juniornya yang membuatnya bersama AF dikeluarkan dari SMAN 1 Semarang.
"Saya cuma menampar begini, tidak keras," kata AN.
Suwondo, orang tua AF menilai keputusan sekolah tidak adil, mengingat selama ini anaknya tidak pernah melakukan pelanggaran, sementara akumulasi poin pelanggaran terhadap anaknya didapatkan hanya pada kegiatan LDK itu.
"Kalau dikatakan kepala sekolah setiap anak punya buku tata tertib berikut poin pelanggaran tidak betul. Saya baru dapat kemarin, sementara Pak Shodiqin (orang tua AF) malah belum dapat," tutupnya.