KRICOM - Anies dinilai sudah 'membohongi' rakyat Jakarta soal harga rumah Down Payment (DP) 0 Rupiah yang tergolong mahal.
Pengamat Perkotaan Azas Tigor Nainggolan mengatakan, harga yang ditawarkan oleh pengeloka mencapai Rp 185 juta untuk tipe 21 dan Rp 320 juta untuk tipe 36 bukanlah harga yang pas untuk rakyat kecil.
''Kalau harganya Rumah DP 0 rupiah lebih mahal dari harga dari apartemen biasa apa manfaatnya untuk masyarakat kelas menengah bawah? Coba pikir, harga Rumah DP 0 rupiah tipe 21 Rp 185 juta dan tipe 36 Rp 320 juta. Memangnya masyarakat bodoh mau beli rumah yang lebih mahal, padahal ada apartemen yang jauh lebih murah?" kata Azas kepada Kricom di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).
Azas mengaku heran untuk apa Pemprov Jakarta repot-repot bikin program kalau pengembang swasta harganya lebih murah.
"Aneh kok malah kasih bangun ke swasta Rumah DP 0 rupiah dengan subsidi dari uang APBD? Padahal swasta bangun sendiri tanpa bantuan subsidi APBD saja bisa dengan harga jauh lebih murah," papar Koordinator Forum Warga Kota Jakarta ini.
Azas menuding, Anies hanya menggunakan jargon murah hanya untuk janji politik di Pilkada DKI saja.
''Apa Rumah DP 0 rupiah hanya wacana untuk menarik suara saat kampanye pilkada lalu saja? Dalam kampanye dulu dijanjikan wujud Rumah DP 0 rupiah adalah rumah tapak tanah (landed house). Tapi kok sekarang malah jadi rusun?" tutup Azas.
Proses groundbreaking alias peletakan baru pertama sudah dilakukan pada Kamis (18/1) kemarin. Sebagai lokasinya, dipilih lahan seluas 1,4 hektare di kawasan Jalan H Naman Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Ada dua tower yang akan dibuat sebagai hunian vertikal. Sedangkan jumlah yang disediakan mencapai 703 unit dengan dua tipe. Yakni tipe 36 yang akan dibangun 513 unit dan tipe 21 untuk 190 unit tipe 21. Untuk tipe 36, harga yang ditawarkan Rp 320 juta. Sedangkan tipe 21 ditawarkan seharga Rp 185 juta.
Syarat utama bisa memiliki hunian ini adalah memegang KTP DKI Jakarta. Warga yang tertarik bisa mendaftar mulai April 2018 mendatang. Direncanakan proses pembangunan memakan waktu selama 1,5 tahun, di mana PD Pembangunan Sarana Jaya sebagai pelaksana. Proses jual beli akan dimulai setelah dibentuk Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD).
''Kalau harganya Rumah DP 0 rupiah lebih mahal dari harga dari apartemen biasa apa manfaatnya untuk masyarakat kelas menengah bawah? Coba pikir, harga Rumah DP 0 rupiah tipe 21 Rp 185 juta dan tipe 36 Rp 320 juta. Memangnya masyarakat bodoh mau beli rumah yang lebih mahal, padahal ada apartemen yang jauh lebih murah?" kata Azas kepada Kricom di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).
Azas mengaku heran untuk apa Pemprov Jakarta repot-repot bikin program kalau pengembang swasta harganya lebih murah.
"Aneh kok malah kasih bangun ke swasta Rumah DP 0 rupiah dengan subsidi dari uang APBD? Padahal swasta bangun sendiri tanpa bantuan subsidi APBD saja bisa dengan harga jauh lebih murah," papar Koordinator Forum Warga Kota Jakarta ini.
Azas menuding, Anies hanya menggunakan jargon murah hanya untuk janji politik di Pilkada DKI saja.
''Apa Rumah DP 0 rupiah hanya wacana untuk menarik suara saat kampanye pilkada lalu saja? Dalam kampanye dulu dijanjikan wujud Rumah DP 0 rupiah adalah rumah tapak tanah (landed house). Tapi kok sekarang malah jadi rusun?," tutup Azas.
Proses groundbreaking alias peletakan baru pertama sudah dilakukan pada Kamis (18/1) kemarin. Sebagai lokasinya, dipilih lahan seluas 1,4 hektare di kawasan Jalan H Naman Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Ada dua tower yang akan dibuat sebagai hunian vertikal. Sedangkan jumlah yang disediakan mencapai 703 unit dengan dua tipe. Yakni tipe 36 yang akan dibangun 513 unit dan tipe 21 untuk 190 unit tipe 21.
Untuk tipe 36, harga yang ditawarkan Rp 320 juta. Sedangkan tipe 21 ditawarkan seharga Rp 185 juta.
Syarat utama bisa memiliki hunian ini adalah memegang KTP DKI Jakarta. Warga yang tertarik bisa mendaftar mulai April 2018 mendatang. Direncanakan proses pembangunan memakan waktu selama 1,5 tahun, di mana PD Pembangunan Sarana Jaya sebagai pelaksana. Proses jual beli akan dimulai setelah dibentuk Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD).