KRICOM - Ketua Umum Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) Gerindra, Mohammad Nizar Zahro khawatir dengan kemunculan Pasal 263 tentang Penghinaan Terhadap Presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurutnya, Indonesia akan mengalami kemunduran politik apabila pasal tersebut benar-benar disahkan di masa depan.
"Bila pasal tersebut jadi disahkan, Indonesia akan kembali ke era Orde Baru yang akan menjadi momok yang sangat menakutkan apabila kita mengkritik presiden," kata dia dalam keterangan resminya, Rabu (7/2/2018).
Menurut dia, RKUHP berpotensi mengancam kebebasan berpendapat. Pasal tersebut berpotensi menjadi alat represi penguasa terhadap siapa pun yang dianggap lawan politiknya.
Adapun Pasal 263 ayat (1) RKUHP menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
"Bunyinya sangat mengerikan karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Penguasa dapat semena-mena menerapkannya untuk membungkam para pengkritiknya," ungkap dia.
Menurut dia, pasal tersebut ingin menempatkan Presiden pada posisi anti kritik. Presiden ingin dijunjung bagaikan raja yang seluruh sabdanya harus diikuti rakyat.
"Tidak ada ruang untuk mengkritik. Siapa pun yang mengkritik akan berhadapan dengan penjara," ujar dia.
Bahkan, ungkap dia, Pasal 263 RKUHP mirip dengan Pasal 134 KUHP yang telah menghukum orang-orang yang tak bersalah. Para aktivis yang vokal ke presiden dengan mudah digiring ke penjara.
"Dan atas perjuangan para aktivis Pasal 134 KUHP berhasil dihapus melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi," tutur dia.