KRICOM - Kuasa Hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi menjelaskan alasan kliennya tak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus e-KTP.
Fredrich berkata, pihaknya mengacu pada Undang-Undang No. 17 Tahun tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014.
Di mana, dalam putusan itu menjelaskan bahwa pemanggilan terhadap seluruh anggota dewan harus mendapat izin dari Presiden.
Dia pun mengutip penjelasan UU MD3, Pasal 245 ayat 1 yang berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Menurut dia, frasa “Persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam Pasal 245 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “persetujuan tertulis dari Presiden”.
"Frasa persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Pasal 245 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “persetujuan tertulis dari Presiden," jelas Fredrich saat dihubungi wartawan, Senin (6/11/2017).
Sehingga, dia melanjutkan, mengacu Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568 selengkapnya menjadi “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yg diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden".
"Dengan demikian putusan MKRI telah membatalkan Pasal 245 ayat 1UU MD 3, dan di pasal 245 ayat 3," jelasnya.
Untuk itu, Fredrich berpendapat, putusan MK No 76/PUU-XII/2014 telah menyatakan Pasal 245 ayat 1 bertentangan dengan konstitusi, sepanjang tidak ada izin tertulis dari Presiden.
Sementara untuk Pasal 245 ayat 2 tidak dibatalkan sehingga penyidik selain wajib meminta izin tertulis dari Presiden, penyidik juga wajib meminta izin tertulis dari MKD.
Sedangkan Pasal 245 ayat 3, lanjut dia, sangat jelas mencantumkan "...ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku...".
"Sangat jelas ayat 3 adalah tentang landasan pada ayat 1 sehingga penafsiran 245 ayat 3 tetap wajib izin tertulis dari Presiden. Jadi saya rasa penjelasan UU MD3, Pasal 245 cukup jelas," tandasnya.
Diketahui, hari ini adalah panggilan kedua dari penyidik KPK kepada Setnov untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo. Pekan lalu, Setnov juga tak hadir dengan alasan harus melakukan tugas kenegaraan.