KRICOM - Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto heran Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo enggan menandatangani Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPR (UU MD3) tahun 2018 yang disahkan dalam Rapat Paripurna, Rabu (14/2/2018) kemarin.
Padahal, setiap proses pembahasan Undang-Undang, presiden mengirim perwakilan ke DPR yang bertujuan untuk menerangkan kesiapan pemerintah membahas UU.
"Tidak ada pembahasan UU tanpa kehadiran DPR dan pemerintah. Tidak mungkin ada keputusan tanpa persetujuan DPR dan pemerintah," kata Didik saat dihubungi wartawan, Jumat (23/2/2018).
Didik pun merasa aneh dengan penolakan itu. Sebab secara struktur dan tata negara, Jokowi wajib menandatangani sebuah Undang-Undang pasca disepakati bersama antara pemerintah dengan DPR.
"Menjadi aneh dan tidak masuk akal dalam konteks ketatanegaraan kalau presiden tidak memahami atau bahkan tidak setuju dengan perubahan UU MD3," ungkapnya.
Meski kecewa, ia menampik anggapan bahwa DPR melakukan pemaksaan kehendak terhadap pengesahan Undang-Undang. Jika tidak sepakat, lanjutnya, pemerintah seharusnya bisa mengajukan penolakan ketika Undang-Undang masih dalam tahap pembahasan.
"Apabila ada penolakan atau ketidaksetujuan salah satu pihak, bisa dipastikan UU tersebut tidak bisa disahkan atau diambil keputusan," tutupnya.