KRICOM - Kapolri Jenderal Prof Muhammad Tito Karnavian membeberkan beberapa potensi terjadinya kejahatan teroris yang bisa mengancam negara. Salah satunya adalah perubahan paradigma sistem ketertiban dunia yang mengarah pada liberalisme dan konstruktivisme, telah menyebabkan potensi konflik yang melibatkan aktor non-negara menjadi semakin besar.
"Salah satunya adalah gerakan insurgensi termasuk terorisme oleh aktor non-negara terhadap negara," ujar Tito dalam orasinya di aula STIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).
Tito memberikan contoh, untuk kasus terorisme jaringan Islam radikal, pemerintah menekankan pendekatan lunak kontra radikalisasi, deradikalisasi, menetralisir siber dan kontra ideologi.
"Serta dilakukan pula opsi penegakan hukum sebagai bentuk pendekatan keras," tutur Tito yang mengenakan toga ini.
Ia juga menyebutkan, Polri telah cukup baik dalam melaksanakan penegakan hukum insurgensi jaringan Islamis radikal dengan Densus 88 sebagai ujung tombak.
Meski begitu, dia mengaku dalam beberapa aspek masih ditemukan kendala.
"Sedangkan pendekatan lunak dilakukan dengan mengedepankan BNPT, di mana kontribusi Polri di bidang ini belum optimal," ucap dia.
Pengukuhan Tito sebagai Profesor ahli kontra terorisme sendiri dilakukan oleh Irjen Remigius Sigid Tri Harjanto selaku perwakilan guru besar pada senat akademik. Ia berharap agar ilmu kepolisian bisa menjadi ilmu terbuka yang mampu memberikan solusi bagi kepentingan keilmuan ataupun kepentingan praktis dalam kaitan tugas kepolisian.