KRICOM - Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo memiliki pandangan sendiri mengenai kondisi persatuan masyarakat Indonesia saat ini.
Hal tersebut, ia ungkapkan saat perayaan Natal 2017 di Gereja Katedral. Ia mengatakan, Natal 2017 kali ini dimaknai untuk mengingat soal persatuan masyarakat yang kian merenggang.
"Pesan Natal ini mempunyai relevansi. Kalau bagi orang-orang Kristiani, kami merasakan bahwa persatuan kita sebagai bangsa itu berada di dalam situasi yang tidak seperti yang dulu," ucap Mgr Ignatius Suharyo di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Senin (25/12/2017)
Atas dasar itu, maka ia bersama pendeta dan romo Katholik merumuskan dua kata kunci, yaitu merawat ingatan bersama mengenai bangsa ini serta bertanggungjawab menjaga ingatan sejarah tersebut.
"Atas dasar itu, kami para Romo dan teman-teman yang melayani di Keuskupan Agung Jakarta merumuskan 2 kata kunci pertama adalah mari kita merawat ingatan kita bersama mengenai sejarah bangsa dan kedua bertanggungjawab. Kita mewarisi negara Indonesia, tapi jika kita tidak rawat dan jaga maka negara Indonesia tidak dihargai lagi," ucapnya.
Soal mengingat sejarah, Mgr Ignatius Suharyo mengatakan, ada 3 peristiwa penting yang harus diingat, yaitu tanggal 20 Mei 1908 mengenai Hari Kebangkitan Nasional, 28 Oktober 1928 Hari Sumpah Pemuda dan 17 Agustus 1945 Hari kemerdekaan Indonesia.
"Merawat ingatan bersama menjadi sesuatu yang sangat menentukan di dalam sejarah bangsa kita ke depan. Kalau pilar-pilar sejarah ini tidak dimengerti lagi, tidak dihayati lagi, rupa-rupanya sungguh ada bahaya nanti kesatuan itu. Akan tercerai-berai," imbuhnya.
Soal tanggung jawab menjaga persatuan Indonesia, ia mengungkapkan, tindakan yang dilakukan adalah dengan mengamalkan Pancasila.
Gereja Keuskupan Agung Jakarta, kata dia, sampai 2020 terus merenungkan makna Pancasila dalam perayaan Natal dan tahun ini menerjemahkan sila kedua menjadi "Makin Adil, Makin Beradab".
"Sejak tahun yang lalu sampai tahun 2020 nanti gereja Keuskupan Agung Jakarta setiap tahun merenungkan masing-masing sila. Tahun lalu itu, sila pertama diterjemahkan menjadi kerahiman Allah yang memerdekakan," jelasnya.
"Jadi gagasan Pancasila mesti diterjemahkan di dalam gerakan macam-macam gerakan karena jika diulangi terus-menerus akan menjadi habitus artinya orientasi cara berpikir, cara merasa, cara berperilaku, yang akan bertransformasi," tambahnya.