KRICOM - Rencana Gubernur DKI Jakarta mengganti nama Jalan HR Rasuna Said-Warung Buncit menjadi Jalan AH Nasution menuai polemik. Sejumlah budayawan Betawi menilai, kebijakan itu tak menghargai budaya Betawi.
Sebanyak 16 Budayawan Betawi melakukan petisi penolakan pergantian nama itu.
Menurut salah satu Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, selama ini banyak nama-nama kampung dan jalan yang mengacu kepada memori kolektif masyarakat Betawi justru lenyap.
"Misalnya di Pondok Gede, ada nama Kampung Dua Ratus karena luasnya 200 ha, tapi sekarang sudah hilang dan masuk Kelurahan Halim. Seperti juga Kampung Pecandran dan Kampung Petunduan yang bukan hanya namanya, tetapi kampungnya pun sudah hilang," kata Yahya kepada Kricom di Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Menurut Yahya, pembangunan yang tanpa wawasan sejarah dan bernafsu itu bukan hanya menguasai wilayah secara fisik, tetapi juga ingin menghapus ingatan dan semua memori budaya yang pernah hidup di wilayah masyarakat pendukung kebudayaannya.
"Gilas roda pembangunan bukan saja telah membuat orang Betawi tergusur dari kampung kelahirannya. Bahkan yang paling mengenaskan, memori sejarah mereka yang hidup di dalam nama-nama jalan juga kampung pun dihilangkan," katanya.
Yahya menilai salah satu langkah yang penting dari hal itu adalah menyelamatkan sejarah orang Betawi yang hidup di dalam nama-nama kampung.
"Bukan malah menggantinya atau membiarkan diganti. Nama-nama kampung yang berbau lokal ini sangat penting sebagai bagian dari sejarah penduduk Jakarta," ungkap dia.
Oleh karena itu, Yahya sangat menyesalkan kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang seharusnya ikut mendukung kebudayaan Betawi, namun justru menjadi bagian dari upaya mengganti nama jalan yang merupakan identifikasi dari nama kampung.
"Kami memohon agar Pak Anies Baswedan menyetop upaya penggantian nama Jalan Mampang dan Buncit Raya itu karena merupakan manifestasi dari nama-nama kampung Betawi," tutupnya.