KRICOM - Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tetap menersangkakan calon kepala daerah jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018.
Padahal, KPK yang menjadi mitra kerja Komisi III DPR telah sepakat untuk menunda penetapan tersangka calon kepala daerah yang disampaikan pada rapat kerja gabungan beberapa waktu lalu.
"Saat itu, Ketua KPK saudara Agus Rahardjo secara tegas menyatakan KPK tidak akan memeriksa seseorang yang akan menjadi calon kepala daerah menjelang Pilkada sepanjang belum memasuki pro justitia. KPK tidak akan melakukan hal-hal yang mengurangi marwah calon kepala daerah, kecuali Operasi Tangkap Tangan (OTT)," jelas Arteria dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/3/2018).
"KPK sepakat akan menindak dengan OTT. Untuk perkara yang lain, KPK akan menunda proses penegakan hukumnya sampai dengan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suaranya selesai," sambungnya.
Kesepakatan itu diakuinya bukan kali pertama diucapkan lembaga antirasuah. Dalam era kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK juga memiliki komitmen yang sama.
"Saat Pak Ruki menjadi Plt Pimpinan KPK itu pun berjalan dan dipatuhi KPK. Akan tetapi kali ini KPK kembali membuat kegaduhan baru dengan mengatasnamakan demokrasi. Saya kehabisan akal untuk mencoba memahami alur berpikir KPK (era Agus) ini," sesalnya.
Diakuinya, komitmen tersebut dibuat KPK dan DPR semata-mata untuk menjaga marwah institusi penegak hukum agar terhindar dari kesan politisasi penegakan hukum dan upaya kriminalisasi terhadap salah satu paslon.
Namun demikian, dengan sikap KPK yang tetap memproses cakada yang terindikasi korupsi, hal itu justru merugikan sang calon, bahkan berimbas pula kepada partai yang mengusungnya.
"Bayangkan saja paslon yang elektabilitasnya jauh mengungguli kompetitornya dipaksa harus kalah bukan karena pilihan rakyat, akan tetapi karena label tersangka yang belum tentu pula yang bersangkutan bersalah. Ingat, negara kita menganut prinsip azas praduga tak bersalah," tandas Politikus PDIP ini.