KRICOM - Iwan Alek Efendi (30) tak bisa berkutik saat diciduk polisi di sebuah rumah makan cepat saji Kota Denpasar. Pria asli Bali ini sering menyebarkan video ujaran kebencian untuk mempermalukan Anggota Polda Sulses.
Terakhir, Iwan mengunggah video massa membakar 6 motor dinas polisi di Makassar. Dalam caption foto itu dia menulis kalimat 'akibat operasi zebra', seolah-olah kejadian itu merupakan dampak perbuatan anggota kepolisian.
"Video tersebut telah menjadi viral di media sosial dan menjadi bahan provokatif terhadap para pengguna media sosial yang menonton video tersebut," kata Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Muktiono saat konferensi pers di kantornya, Minggu (26/11/2017).
Namun setelah dicek, rupanya video tersebut merupakan rekaman lama. Kejadiannya juga bukan saat operasi zebra, melainkan aksi demonstrasi mahasiswa di salah satu kampus kota Makassar pada tahun 2016 silam.
"Pelaku mengunggah video tersebut di rumah kosnya berada di Jalan Pulau Ayu Selatan Gang Laundry Cinta No.4, Kelurahan Dauh Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Barat, Provinsi Bali," ujarnya.
Awalnya, Iwan sengaja mengunggah dan menyebarkan video provokatif serta informasi palsu, hanya karena iseng dan bertepatan dengan momen Operasi Zebra 2017.
Namun setelah diperiksa lebih mendalam lagi, pelaku rupanya sakit hati lantaran pernah ditilang polantas saat sedang berkendara. Apalagi polisi yang menilangnya saat itu terkesan mencari-cari kesalahan Iwan.
Sebab saat itu, dia sudah memiliki surat-surat yang lengkap. Alhasil, Iwan pun berinisiatif memberi uang sebesar Rp 20.000 untuk membungkam mulut Polantas di sekitar daerah Gilimanuk-Jembrana agar tidak dipersulit.
"Sejak itulah pelaku merasa sakit hati sehingga dia sering memposting video-video kegiatan operasional Satuan kepolisian Lalu Lintas dengan caption atau keterangan negatif di sosial media," jelas Muktiono sembari didampingi Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Dicky Sondak beserta jajaranya.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
"Pelaku diancaman pidana paling lama 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 juta," tandasnya.