KRICOM - Sengkarut proyek reklamasi di Teluk Jakarta masih terus menjadi perbincangan. Masalah izin masih menjadi kontroversi terkait proyek fantastis di Teluk Jakarta ini.
Menurut Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, Alan Frendi Koropitan, pemerintah harus mematuhi regulasi RZWP2K (Rencana Zonasi Wilayah Pulau-Pulau Kecil) apabila mau melanjutkan megaproyek reklamasi.
Namun sebelumnya, menurut Alan, pemerintah harus terlebih dahulu menyiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan zonasi.
"Perpres 102 tahun 2012 menyatakan, reklamasi harus terintegrasi dengan KLHS dan AMDAL. Bukan persoalan dukung mendukung. Evidence based policy yang kita kedepankan," kata Alan dalam diskusi terkait reklamasi di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).
Alan menjelaskan bahwa persoalan mendasar pada reklamasi adalah pencemaran dan penurunan muka tanah setiap tahunnya mencapai 50 sampai 60 centimeter.
Dia menjelaskan bahwa sejak tahun 1965, Presiden Soeharto sebenarnya ingin merevitalisasi Teluk Jakarta yang memang tercemar saat itu, sehingga muncul slogan 'Form Water to Government'.
"Tapi saya tidak tahu tiba-tiba ada yang menyuarakan revitalisasi dan reklamasi. Permasalahan reklamasi dapat kita lihat dari ektraksi air tanah besar-besaran, kompaksi geologi lebih lembut, sehingga mudah turun dan beban bangunan," kata Alan.
Dia pun mencontohkan daerah Pantai Indah Kapuk yang permukaan tanahnya sudah turun di bawah permukaan laut.
"Karena pencemaran itu datangnya dari tanah. Misalnya ada drainase atau orang mau buang limbah, masa mau dicampur ke sungai. Itu kan harus ada pemisahan," tandasnya.