KRICOM - Status tersangka yang disematkan ke Gubernur Jambi Zumi Zola dipandang sebagai pesan dari KPK bahwa saat ini masih ada praktik 'dinasti politik' yang akan selalu erat dengan 'dinasti korupsi'. Selain itu, hal tersebut juga menjadi petunjuk bahwa partai masih gagal melahirkan kader terbaiknya bagi Indonesia.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indoesia (TPDI) Petrus Salestinus secara khusus menyorot kinerja Partai Amanat Nasional (PAN), partai tempat Zumi Zola memulai karir politiknya. Menurut Petrus, PAN gagal mendidik sang mantan pemain sinetron tersebut untuk menjadi abdi negara dan abdi masyarakat.
"Bukan hanya partai politik, tetapi juga KPU dan KPK karena terkait seleksi rekam jejak dan perilaku seorang calon Kepala Daerah, meskipun seleksinya dilakukan secara berlapis mulai dari partai politik hingga KPU dan KPK melalui LHKPN. Namun tetap saja korupsi terjadi begitu seseorang menjadi Kepala Daerah," kata Petrus kepada Kricom di Jakarta, Sabtu (3/2/2018).
Petrus menegaskan, penetapan Zumi Zol sebagai tersangka harus dijadikan pelajaran sangat berharga bagi partai-partai politik dan juga masyarakat yang punya hak pilih untuk benar-benar menyaring para calon kepala daerah. Terlebih sebentar lagi Pilkada Serentak 2018 akan segera berlangsung.
"KPK sudah berkali-kali mengingatkan agar masyarakat menjauhkan diri dari politik dinasti dan dinasti dalam politik, karena produk utama dinasti politik dan politik dalam dinasti adalah dinasti korupsi dan dinasti korupsi akan senantiasa hanya membangun kerajaan bisnis keluarganya demi menyengsarakan rakyatnya sendiri," papar dia.
Seperti diketahui, Gubernur Jambi Zumi Zola ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp 6 miliar dalam kasus suap RAPBD Jambi. Zumi disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.