KRICOM - Nelson Mandela adalah sosok yang mendunia. Pria kelahiran 18 Juli 1918 ini terkenal dengan kegigihannya berjuang melawan diskriminasi ras yang menghantui negara asalnya, Afrika Selatan, selama puluhan tahun.
Diketahui, Afrika Selatan merupakan negara bekas jajahan Inggris. Pada awal masa kemerdekaannya,warga kulit hitam hanya menjadi kaum minoritas dengan mendiami kurang dari 10% wilayah teritorial Afrika Selatan.
Ketika Afrika Selatan menggelar Pemilu pada tahun 1948, ajang pemilihan yang hanya boleh diikuti partai dari golongan kulit putih tersebut dimenangkan National Party of South Africa. Parpol tersebut menganut politik apartheid, yaitu sistem pemisahan golongan masyarakat berdasarkan ras. Dari sinilah perjuangan Nelson Mandela dimulai.
Penerapan apartheid membuat kaum kulit hitam di Afrika Selatan semakin terpinggirkan. Pemerintah menempatkan mayoritas kaum kulit hitam ke kawasan khusus yang disebut Bantustan atau homelands. Jika ingin keluar dari kawasan tersebut, mereka harus membawa paspor. Pendidikan dan lapangan kerja pun juga diatur berdasarkan ras, di mana kaum kulit putih selalu mendapat hak lebih.
Sebagai reaksi atas diskriminasi tersebut, Mandela bersama partai politik yang menaunginya, African National Congress (ANC), mulai melakukan perlawanan dengan berbagai aksi mogok massal, boikot, hingga pembakaran paspor massal. Lantaran terlalu sibuk berkecimpung di dunia politik, pria yang lahir di desa Mvezo, provinsi Cape ini sampai gagal menyelesaikan pendidikannya di University of the Witwatersrand.
Dari sekedar aksi unjuk rasa, perlawanan terhadap politik apartheid berkembang menjadi rangkaian aksi militan. Terinspirasi Revolusi Kuba, Mandela membentuk organisasi bersenjata yang dikenal dengan nama Umkhonto we Sizwe pada 1961. Organisasi ini merupakan sayap dari ANC.
(Umkhonto we Sizwe bentukan Mandela/dok. Spectre)
Perjuangan Mandela melawan ketidakadilan membuatnya sering keluar-masuk penjara. Hingga akhirnya, pada 12 Juni 1964, Mandela ditangkap dan divonis penjara seumur hidup atas tuduhan sabotase dan konspirasi makar.
Selama menjalani hukuman, Mandela kerap dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain. Ketika menjalani masa tahanan di Pulau Robben, Mandela dikurung di dalam sel yang kecil dan lembab. Di sana, dirinya dipaksa bekerja di pertambangan kapur dan kerap mendapat siksaan dari para sipir.
(Penjara Robben Island/dok. UNESCO)
Kondisi penjara di Pulau Robben yang tidak manusiawi mendorong Mandela memimpin pembangkangan terhadap sipir. Pembangkangan ini membuahkan hasil. Pengelolaan Pulau Robben mengalami perbaikan. Mandela pun akhirnya dipindahkan ke penjara Pollsmoor pada 1982, dan ke penjara Victor Verster pada 1988.
Gangguan kesehatan juga menjadi rintangan bagi Mandela dalam perjuangannya. Pada 1985, beliau mengalami pembesaran kelenjar prostat sehingga harus dioperasi. Selang tiga tahun kemudian, dirinya terserang penyakit Tuberculosis (TBC).
Politik apartheid yang diterapkan Afrika Selatan selama puluhan tahun rupanya mulai menuai kecaman dunia internasional. Negara beribu kota Cape Town ini mulai menerima berbagai sanksi ekonomi akibat diskriminasi yang mereka lakukan terhadap warga kulit hitam. Tak hanya itu, Afrika Selatan juga dilarang mengirimkan kontingen untuk mengikuti berbagai kejuaraan dunia.
Angin perubahan berhembus pada September 1989. Di bawah tekanan dunia internasional, presiden baru Afrika Selatan, Frederik Willem de Klerk, memutuskan untuk berunding dengan para pejuang anti-apartheid, dengan syarat perlawanan bersenjata harus dihentikan.
Presiden de Klerk kemudian membebaskan Mandela tanpa syarat pada tahun 1990. Mandela kembali menghirup udara bebas di usianya yang ke-74 tahun, setelah 27 tahun menjalani hukuman. Tak hanya itu, de Klerk juga melegalkan kembali partai-partai politik yang dilarang oleh pemerintahan sebelumnya.
Tak lama setelah dibebaskan, Mandela melakukan kunjungan ke beberapa negara. Saat berkunjung ke Indonesia, beliau mendapatkan cinderamata berupa baju batik. Sejak saat itu, Mandela kerap mengenakan baju batik saat tampil di publik.
(Mandela mengunjungi Indonesia/dok. Merdeka)
Pada tahun 1993, Nelson Mandela dan Presiden de Klerk memperoleh Nobel Perdamaian. Hadiah tersebut diserahkan secara simbolis di Norwegia.
Tahun 1994 merupakan tahun bersejarah bagi Afrika Selatan. Pada 27 April 1994, untuk pertama kalinya negara tersebut menggelar pemilihan umum yang boleh diikuti oleh warga negara dari seluruh ras. Pemilu tersebut dimenangkan oleh Mandela. Beliau resmi menjadi Presiden Afrika Selatan berikutnya. Sementara, de Klerk yang merupakan pengumpul suara terbanyak kedua menjabat sebagai Wakil presiden.
(Mandela dan koleksi batiknya/dok. RilisID)
Setelah pensiun tahun 1999, Mandela aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan. Terutama kegiatan-kegiatan yang berfokus pada pendidikan, pemberantasan HIV/AIDS, dan pembangunan desa-desa di Afrika Selatan.
Pada tahun 2012, Mandela divonis mengidap penyakit infeksi paru-paru. Penyakit ini pula yang akhirnya mengantar pria yang gemar mengenakan batik ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 5 Desember 2013 di usianya yang ke-95.