KRICOM - Ketegasan Presiden Joko Widodo tengah dipertanyakan. Pasalnya, dia seakan 'termakan' dengan ucapannya sendiri yang meminta agar pengurus partai mundur jika terpilih sebagai menteri.
Kini ada dua pengurus Partai aktif di kabinet yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Sosial Idrus Marham.
Pengamat Politik Jerry Sumampouw sendiri agak menyayangkan sikap Jokowi yang terkesan plin-plan ini.
"Memang dalam politik Indonesia itu salah satu ya yang sulit itu adalah ketegasan," kata Jerry kepada Kricom di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).
Ia melanjutkan, bahasa politik para elit politik di Indonesia ini memang agak sulit dicerna oleh masyarakat awam.
"Kita ingin sebenarnya tak rangkap jabatan. Apa yang dilakukan Presiden ini salah satunya ia khawatir posisinya di 2019. Faktor inilah yang kemudian dia tidak melakukan pemberhentian terhadap Airllangga Hartarto," kata dia.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia ini yakin, Jokowi rela tak tegas lantaran pengaruh Golkar yang sangat kuat.
Jika dilihat peta sekarang ada dua koalisi besar jelang 2019. Ada koalisi PDIP dan teman-temannya termasuk Golkar, ada koalisi Gerindra , PKS dan PAN.
"Tentu ada kepentingan Jokowi harap koalisi yang sementara mendukung dia. Apalagi Golkar yang secara terang-terangan mendukung dia di 2019. PDIP saja belum secara terang-terangan, belum ketemu dealnya," ucapnya.
"Nah, koalisi ini mungkin bisa pecah. Mungkin saja ini yang dipertahankan oleh Jokowi," tutup Jeiry.
Pemilihan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menjadi Menteri Sosial, menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang maju dalam pemilihan kepala daerah Jawa Timur, misalnya, jelas-jelas berpotensi memicu konflik kepentingan.
Sebagai menteri sekaligus petinggi Partai Beringin, Idrus punya peluang memanfaatkan anggaran dan program Kementerian Sosial untuk meluaskan jejaring partainya.
Terlebih reshuffle Rabu lalu itu tidak mengikutsertakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang dipertahankan di kursi Menteri Perindustrian.
Itu artinya ada dua pengurus aktif Partai Golkar dalam kabinet Jokowi. Selain tak etis, posisi Idrus dan Airlangga jelas tidak adil buat partai politik lain pendukung Jokowi.