KRICOM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo menerima kedatangan rombongan Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018) pagi ini.
Dalam pertemuan itu, Pinhantanas meminta DPR berkomitmen terhadap tumbuhnya industri pertahanan swasta nasional.
Permintaan itu rupanya tidak bertepuk sebelah tangan. Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo menjamin, DPR bakal berkomitmen menumbuhkan industri pertahanan swasta.
"Intinya DPR mendorong perkumpulan ini bisa bergerak maju dan menguasai peralatan pertahanan yang dibutuhkan Polri dan TNI," kata Bamsoet di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Dia memang belum mengetahui secara pasti, jumlah anggaran yang disediakan negara untuk meningkatkan dan memperbarui alutsista. Namun, dia mendengar, dana yang dianggarkan negara untuk peningkatan alutsista jumlahnya mencapai ratusan triliun.
"Untuk TNI saya dengar mencapai Rp 100 triliun. Saya kurang tahu untuk Polri, tapi kira-kira di atas Rp 70 triliun untuk Polri," katanya.
Menurutnya, negara perlu memprioritaskan pengadaan alutsista bagi TNI dan Polri kepada industri dalam negeri, baik swasta ataupun BUMN. Jangan sampai, kata dia, pengadaan alutsista justru diprioritaskan dari produk luar negeri.
"Tapi sebagai produsen dalam negeri juga harus bisa bersaing kualitasnya dengan kualitas impor," tandasnya.
Sementara itu, Dewan Penasihat Pinhantanas, Connie Bakrie mengatakan, komitmen DPR menjadi angin segar bagi industri pertahanan swasta. Karena, pengadaan alutsista Polri dan TNI saat ini, tidak berpihak kepada industri pertahanan swasta.
Karena itu, lanjutnya, negara perlu mengubah beberapa aturan dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Karena dalam Pasal 11 UU tersebut, justru menyusahkan peran industri swasta.
"Pasal 11 yang menyatakan yang menjadi integrator hanya BUMN. Padahal pelaku industri swasta sudah banyak tetapi tidak diberikan ruang untuk maju," ungkapnya.
Satu hal yang diperlukan untuk meningkatkan industri swasta yakni soal Pinjaman Dalam Negeri (PDN) karena industri pertahanan swasta nasional selalu menemui kesulitan ketika mengajukan pinjaman.
"Tapi yang penting masalah PDN, tentang alokasi pinjaman dalam negeri. Bagaimana kami menuntut perlakuan negara tentang legislasi kebijakan anggaran PDN. PDN itu sekarang anggaran penyerapannya buruk, tapi itu bisa jadi baik jika industri swasta bisa menyerap dan dialokasikan dalam jangka lima tahun," imbuhnya.
Di sisi lain, Ketua Harian Pinhantanas, Meyjen (Purn) Jan Pieterk menyatakan, negara tidak perlu ragu dengan kemampuan produksi dari industri pertahanan swasta. Terbukti, industri pertahanan swasta sudah mampu membuat produk seperti pesawat tanpa awak hingga bom.
"Sesungguhnya kita punya kemampuan yang harus kita gunakan supaya devisa negara bisa mengalir ke dalam negeri. Dalam arti penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan TNI-Polri hasil karya anak bangsa. Kita bisa buat kapal dan bom. Di samping itu kita sudah buat pesawat tanpa awak. Ini kalau kita bisa beli sendiri, maka ke depan industri kita berkembang," pungkasnya.