KRICOM - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyoroti tiga hal penting dalam wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Polri.
Menurutnta, apabila Densis Tipikor jadi dibentuk oleh pemerintah, kejaksaan tidak dapat bergabung di dalamnya. Pasalanya Densus itu adalah domain kepolisian.
"Berdasar UU kepolisian dan kejaksaan, strukutur beda dan organ beda. Sikap Jaksa Agung sudah tepat, jaksa tidak bisa diintegrasikan ke dalam Densus Tipikor," katanya di Jakarta, Sabtu (21/10/2017).
lalu, Margarito juga mempertanyakan, benarkah aparat memiliki semangat bertempur yang begitu besar melawan korupsi ini, sehingga mengharuskan membentuk organ selain KPK atau unit di dalam Polri sendiri.
"Padahal tinggal dikuatkan saja hasrat pemberantasan korupsi dengan organ yang sudah ada di kepolisian, seperti Direktorat Kriminal Khusus Tipikor, digairahkan saja," ucapnya.
Ketiga, kalau Densus Tipikor benar-benar terealisasi dan memang digerakkan hasrat yang didengungkan selama ini, Margarito tak bisa bayangkan "pertempuran" melawan korupsi akan berjalan seperti apa.
"Mungkin saja lebih galak dari KPK. Masalahnya, ini berlangsung di tengah hukum acara yang parahnya minta ampun. Diskresi-diskresi yang dilakukan KPK semua akibat dari kelemahan mendasar di KUHAP itu. Karena itu, kalau Densus masuk bertempur di medan hukum acara sebolong ini, akan luar biasa," tegasnya.
Namun, terlepas dari semua itu, jika Densus Tipikor benar-benar terbentuk dan pertempuran melawan korupsi begitu riuh terdengar, maka yang mendapat keuntungan besar adalah Presiden Joko Widodo.
"Presiden akan mendapat poin luar biasa," ujar doktor hukum asal Ternate ini.