KRICOM - Setya Novanto (Setnov) mundur dari jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pasca menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi e-KTP.
Usai pengunduran diri, Setnov yang notabene sebagai Ketua Umum Golkar, menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai suksesornya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Mahyudin menganggap penunjukan Aziz Syamsuddin oleh Setnov merupakan hal wajar. Terlebih status tahanan membuat Setnov kesulitan beraktivitas sebagai Ketua DPR.
"Karena Pak Novanto mengundurkan diri, beliau menunjuk Aziz sebagai ketua, itu hal biasa dalam proses partai politik," kata dia ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2017).
Dia berharap, penunjukan Aziz bisa disetujui semua pihak, terutama para kader Golkar di DPR. Karena penunjukan sah, dengan mencantumkan tanda tangan Ketua Umum dan Sekertaris Jenderal Golkar.
"Ya memang harus setuju ya, sudah jadi keputusan partai. Dalam hal ini ketua umum memang masih Pak Novanto," ujarnya.
Dia tidak memungkiri ada kader Golkar yang menolak posisi Aziz sebagai Ketua DPR. Para penolak beranggapan, jika penunjukkan Ketua DPR dilakukan setelah gelaran Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Pasalnya dari Munaslub, akan dipilih Ketua Umum Golkar pengganti Setnov. Setelah Ketua Umum Golkar terpilih, maka dilanjutkan dengan menunjuk Ketua DPR.
Mahyudin menuturkan, penunjukan Ketua DPR oleh Golkar bisa dilakukan sebelum ataupun setelah Munaslub. Dua pilihan tersebut tidak masalah dan bisa dilakukan sesuai aturan hukum.
"Ya bisa aja nunggu munaslub dulu. Tapi bisa juga sekarang. Memang ada 2 alternatif, menunggu munaslub dulu atau sekarang, tapi sama aja, Golkar tidak terjadi kekosongan kekuatan. Jadi kalau munaslub bisa ada ketua umum yang baru, saya kira sama saja," jelasnya.
Setidaknya puluhan kader menggalang tanda tangan menolak Aziz sebagai Ketua DPR. Saat ini sudah 60an kader Golkar di DPR menyatakan penolakan.
KRICOM - Setya Novanto (Setnov) mundur dari jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pasca menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi e-KTP.
Usai pengunduran diri, Setnov yang notabene sebagai Ketua Umum Golkar, menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai suksesornya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Mahyudin menganggap penunjukan Aziz Syamsuddin oleh Setnov merupakan hal wajar. Terlebih status tahanan membuat Setnov kesulitan beraktivitas sebagai Ketua DPR.
"Karena Pak Novanto mengundurkan diri, beliau menunjuk Aziz sebagai ketua, itu hal biasa dalam proses partai politik," kata dia ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2017).
Dia berharap, penunjukan Aziz bisa disetujui semua pihak, terutama para kader Golkar di DPR. Karena penunjukan sah, dengan mencantumkan tanda tangan Ketua Umum dan Sekertaris Jenderal Golkar.
"Ya memang harus setuju ya, sudah jadi keputusan partai. Dalam hal ini ketua umum memang masih Pak Novanto," ujarnya.
Dia tidak memungkiri ada kader Golkar yang menolak posisi Aziz sebagai Ketua DPR. Para penolak beranggapan, jika penunjukkan Ketua DPR dilakukan setelah gelaran Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Pasalnya dari Munaslub, akan dipilih Ketua Umum Golkar pengganti Setnov. Setelah Ketua Umum Golkar terpilih, maka dilanjutkan dengan menunjuk Ketua DPR.
Mahyudin menuturkan, penunjukan Ketua DPR oleh Golkar bisa dilakukan sebelum ataupun setelah Munaslub. Dua pilihan tersebut tidak masalah dan bisa dilakukan sesuai aturan hukum.
"Ya bisa aja nunggu munaslub dulu. Tapi bisa juga sekarang. Memang ada 2 alternatif, menunggu munaslub dulu atau sekarang, tapi sama aja, Golkar tidak terjadi kekosongan kekuatan. Jadi kalau munaslub bisa ada ketua umum yang baru, saya kira sama saja," jelasnya.
Setidaknya puluhan kader menggalang tanda tangan menolak Aziz sebagai Ketua DPR. Saat ini sudah 60an kader Golkar di DPR menyatakan penolakan.