KRICOM - Nuansa pertarungan Pilpres 2019 kian kuat. Hangatnya suasana mulai terasa baik itu antara partai politik yang terlibat maupun masyarakat sebagai pemilih.
Di antara kaum pemilih sendiri, terselip kelompok radikal yang arah politiknya masih gamang hingga kini. Melihat kondisi ini, Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) pun kini mengadakan diskusi bertema 'Ke Mana Kiblat Politik Kelompok Radikal di Pilpres 2019' di Hotel Aryaduta Semanggi, Jalan Garnisun Dalam No. 8, RT 5/RW 4, Karet Semanggi, Jakarta Selatan.
"Sejak menjadi kekuatan politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, kelompok radikal dipastikan akan memainkan identitas agama sebagai komoditas politik," kata Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens, Rabu (13/12/2017).
Apalagi, lanjutnya, dalam Reuni 212 belum lama ini, wacana memilih calon presiden Muslim dimainkan sebagai jargon kampanye untuk mengusung agama sebagai daya tarik pemilih radikal yang kurang pengetahuan politik dan rentan dimobilisasi.
Yang paling berkumandang akhir-akhir ini, persoalan ide NKRI Syariah sebagai bentuk perlawan untuk kekuatan politik Jokowi Widodo di Pilpres 2019. Sehingga, Pilpres 2019 sesungguhnya bukan pertarungan 'Jokowi vs Lawan Jokowi' melainkan pertarungan 'NKRI vs NKRI Syariah'.
"Simbiosisme ini akan menjadi pertautan kepentingan paling berbahaya dalam sejarah karena taruhannya adalah nasib Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," lanjutnya.
Narasumber yang akan diundang dalam diskusi ini adalah Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, Kepala Badan Intelijen Strategis 2010-2013 Soleman B. Ponto dan Ketua Setara Institute Hendardi.
Selain itu ada pula Boni Hargens, Pengamat Militer dan Intelijen Nuning K. Susaningtyas, akademisi Gracia Paramitha serta akan dimoderatori oleh Solon Sihombing.
(Adresau)