KRICOM - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Tri Sasongko menyebut peningkatan Corruption Perceptions Index (CPI) tidak hanya menjadi tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melainkan semua pihak termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut disampaikan Dadang saat diskusi bertajuk 'Merespon Rekomendasi Pansus angket KPK dan Corruption Perceptions Index (CPI) Tanggung Jawab Siapa?'.
"Hampir jungkir balik KPK, kalau nggak dibantuin pemerintah dan yang lain, enggak akan bisa naikkin indeks persepsi korupsi sendirian," kata Dadang, dalam konferensi pers di Kantor Transparency Internasional (TI), di Jalan Amil no 5, Jakarta Selatan, Minggu (18/2/2018).
Menurut Dadang, ada beberapa faktor yang membuat CPI meningkat. Sebab, katanya, ada banyak hal yang bisa menjadi indikasi korupsi.
"(Korupsi) terkait sistem politik, suap dan perizinan, relasi politik dan bisnis, ekonomi, impor dan ekspor, urusan listrik dan pembayaran pajak. Kontrak atau lisensi terkait lembaga peradilan," paparnya.
Dadang menambahkan, dalam survei global barometer pada tahun 2017, DPR menjadi lembaga terkorup di Indonesia. "Global barometer, bicara soal lembaga mana yang korupsi. 2017 diumumkan yang korupsi terbesar di DPR dari hasil survei itu," tuturnya.
Saya dengan Dadang, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief menyebut makin banyak penindakan, justru meningkatkan CPI . Hal itu lantaran menunjukkan tingkat korupsi di Indonesia semakin meninggi.
"Yang dinilai bukan hanya penindakan, tapi yang dinilai ialah komponen korupsi indeks yang lain," jelas Laode.
Dengan adanya data ini, maka ini menunjukkan, jika KPK tidak bisa sendiri membasmi korupsi kalau tidak didukung oleh pihak lain, seperti partai politik, dengan cara mencegah kadernya menghindari tindak pidana korupsi.