KRICOM - Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait status Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel mulai memperlihatkan dampak buruk. Pasalnya, tensi antara para petinggi negara Israel dan Palestina mulai meningkat.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam sikap Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang menyatakan dirinya tak akan menganggap AS sebagai mediator perdamaian antara kedua negara dan tak akan mengindahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat Negeri Paman Sam.
"Pernyataan tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa pihak Palestinalah yang tak ingin menyelesaikan konflik," ujar Netanyahu dalam sebuah pidato pada Minggu (24/12/2017), seperti dikutip dari Jerusalem Post.
Ucapan Netanyahu merupakan tanggapan atas perkataan yang diucapkan Abbas saat bertemu dengan Presiden Perancis, Emmanuel Macron. Saat itu, Abbas menjelaskan bahwa pernyataan sepihak Trump telah membuat AS mendepak dirinya sendiri sebagai mediator perdamaian di kawasan Timur Tengah.
"Dia (Abbas) telah menarik diri dari segala proses diplomatik dan tak lagi tertarik dengan apapun rancangan kebijakan yang akan AS bawa untuk membawa perdamaian di sini," pungkas Netanyahu.
Seperti dikabarkan sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Jumat (22/12/2017) silam mengunjungi Kota Paris untuk bertemu dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Dalam pertemuan tersebut, Macron sepakat untuk mengakui kedaulatan negara Palestina dan akan berperan aktif untuk menciptakan perdamaian di kawasan tersebut.
"Palestina tidak sendiri. Kami akan memastikan kehidupan warga setempat di dalam garis batas yang aman dan diakui, dengan Yerusalem sebagai Ibu Kota bagi kedua negara," ujar Macron, seperti tertulis di akun Twitter pribadinya, @EmmanuelMacron, Jumat (22/12/2017).
Lebih lanjut, Macron juga akan terus menjalin komunikasi penting dengan berbagai pihak untuk menjaga stabilitas di kawasan Israel dan Palestina.
"Kami akan secara aktif berusaha membangun perdamaian. Kami akan berkomunikasi dengan PBB dan rekan-rekan kami. Perancis akan mengakui Negara Palestina, tetapi di saat yang tepat, serta disertai semangat keadilan dan efisiensi," pungkasnya.