KRICOM - Ombudsman Republik Indonesia merinci dugaan maladministrasi yang ditemukan pihaknya terkait penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal itu didapat Ombudsman berdasarkan investigasi yang dilakukan di enam Polda di Indonesia pada Oktober 2017.
Penjabaran hasil investigasi itu disampaikan langsung oleh Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala yang turut dihadiri oleh Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasun) Polri, Komjen Putut Eko Bayu Seno dan Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Komjen Lutfi Lubihanto.
Dalam kesempatan itu, Adrianus mengatakan bahwa dari investigasi tersebut, pihaknya menemukan belum ada standar pelayanan publik terkait proses penerbitan SKCK.
Alhasil, hal itu memicu ketidakpahaman masyarakat serta mendorong penyelenggara layanan untuk tidak memberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Ombudsman juga menilai belum optimalnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan, baik dari atasan langsung maupun dari Pengawas Internal.
"Padahal hal tersebut harus ada guna merespon pengaduan masyarakat dan menindak apabila terjadi pelanggaran dan melakukan pencegahan maladministrasi secara efektif," ujar Adrianus saat merilis hasil temuannya di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2017).
Adrianus menyebut potensi maladministrasi dalam pelayanan SKCK tidak dicegah oleh atasan dan pengawas internal.
"Sehingga tindakan maladministrasi yang nyata-nyata ada masih luput dari perbaikan sistem," tutur mantan Komisioner Kompolnas tersebut.
Temuan lainnya, lanjut Adrianus, yakni rendahnya integritas penyelenggara layanan di lapangan yang tidak memiliki perspektif bahwa biaya penerbitan SKCK adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Oleh karena itu seharusnya sudah tidak diperbolehkan lagi adanya pungutan selain pungutan resmi sesuai PNBP," kata Adrianus.
Adrianus menambahkan, temuan terakhir yang didapat pihaknya terkait maraknya proses maladministrasi ini yakni lantaran belum ada efek jera dari para oknum polisi yang bermain dalam proses ini. Dia dia mendesak agar oknum polisi 'nakal" itu perlu diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.
Sekadar informasi, enam wilayah Polda yang menjadi tempat investigasi yakni di Polda Metro Jaya yakni di Polres Jakarta Selatan dan Polres Jakarta Timur. Kemudian, Polda Bengkulu yang dilakukan di Polres Bengkulu, Polda Sumatera Selatan di Polres Banyuasin.
Kemudian Polda Papua dilakukan investigasi di Polres Kota Jayapura. Sedangkan Polda Jawa Barat dilakukan di Polrestasbes Bandung dan Polres Cimahi. Terakhir yakni di Polda Sulawesi Selatan yang dilakukan investigasi di Polrestabes Makassar, Polres Gowa, dan beberapa Polsek di wilayah keduanya.
Adapun metode investigasi dilakukan secara melalui investigas tertutup, kemudian melalui analisis ketentuan dan perundang-undangan dan wawancara terbuka.