KRICOM - Meskipun penyakit difteri sudah mulai mewabah, tetapi sejumlah kalangan di tengah masyarakat masih menolak untuk menerima vaksin imunisasi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat Jawa Timur menjadi provinsi yang memiliki penderita difteri paling banyak di Indonesia.
Kepala Bagian Kehumasan RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr. Agus Hariyanto mengatakan, penolakan warga terhadap vaksin difteri disebabkan oleh beragam hal, salah satunya isu terkait kandungan babi di dalam imunisasi.
"Saya menyayangkan ada anggapan vaksin imunisasi mengandung babi sehingga warga menolak menerima imunisasi. Padahal tidak mengandung babi," ujar dr. Agus saat menangani kasus difteri di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Kamis (7/12/2017).
Agus juga memaparkan pentingnya vaksin difteri bagi setiap warga. Pasalnya, melakukan pencegahan akan lebih menguntungkan dibandingkan penyembuhan. Menurut Agus, pengobatan difteri membutuhkan biaya yang sangat besar. Bahkan, perawatannya juga dibutuhkan ruang isolasi kurang lebih 10 hari.
Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan RI telah merilis sebuah laporan terkait kasus penyakit difteri. Menurut laporan tersebut, sampai dengan bulan November, terdapat 95 kabupaten dan Kota dari 20 provinsi yang melaporkan adanya kasus penyakit difteri.
Sementara pada periode Oktober hingga November 2017, ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di wilayah kabupaten/kotanya, di antaranya Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Laporan tersebut juga menyebut Jawa Timur sebagai daerah dengan wabah difteri yang paling parah.