KRICOM - Pengamat Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai Partai Hanura bakal dipimpin oleh dua nakhoda di tengah kisruh yang tengah dialami partai tersebut.
Yakni, kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) yang memegang Surat Keputusan Menkumham dan kepemimpinan Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo yang berlandaskan hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
"Melihat konflik di internal Hanura tersebut, suka tidak suka kini Hanura memiliki dua nakhoda. Tentunya kedua pimpinan itu sama-sama bisa membangun argumentasi bahwa mereka memiliki landasan rasional dan formal," ujar Emrus kepada Kricom, Sabtu (20/1/2018).
Dengan kata lain, ujar Emrus, kini Hanura memiliki dua nakhoda yang memegang kemudi dan menggunakan kompas petunjuk yang berbeda.
Karena itu, sangat wajar muncul pertanyaan mengenai apa yang terjadi kelak pada partai bentukan Wiranto itu. Termasuk, adanya kemungkinan terjadi intervensi kekuatan politik dari luar partai.
Namun, Emrus menilai besar kemungkinan kisruh ini bisa berujung melalui proses peradilan. "Dengan demikian, penyelesaian konflik internal di partai ini bisa berkepanjangan," tuturnya.
Menurutnya, jika ini yang terjadi maka yang paling dirugikan adalah paslon Pilkada 2018 yang diusung dan didukung Hanura. Sebab, bisa jadi mesin politik partai di daerah berpontensi pecah pada kerja politik Pilkada 2018 dan sekaligus bisa berdampak pada pencalonan Caleg dan Capres - Cawapres pada Pemilu 2019.
Untuk itu, lanjut Emrus, para elite politik Hanura harus secepatnya bertemu untuk melakukan komunikasi politik dan dialog untuk menemukan kompromi politik yang terbaik bagi Hanura.
"Untuk kepentingan terbaik para kader, utamanya yang ikut bertarung pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019," tandasnya.
Diketahui, prahara di Hanura semakin meruncing dalam sepekan ini. Bahkan, Hanura kubu Sudding telah resmi menetapkan Marsekal Madya Daryatmo sebagai Ketua Umum Hanura menggantikan posisi OSO melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di DPP Hanura, Kamis (18/1/2018) lalu.