KRICOM - Ketua Fraksi Partai Nasdem, Jhonny G. Plate angkat bicara terkait munculnya Pasal 73 dalam draf revisi UU MD3 yang memberikan dasar hukum kepada Dewan Perwakila Rakyat (DPR) untuk bisa memanggil semua orang secara paksa.
Menurut Jhonny, pasal yang berbunyi, "DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya dapat memanggil setiap orang secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR" tersebut muncul akibat sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kerap menolak panggila Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR untuk KPK.
"Isu ini kan muncul pada saat KPK tidak bisa menghadiri, lalu ada isu KPU, kewenangan dalam kosultasi ke KPU. Tapi yang mencolok karena KPK. Karena masalah KPK," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Jhonny juga mempertanyakan pihak-pihak yang enggan memenuhi panggilan DPR. "Kalau dengan senang hati datang, tentu tidak perlu ada panggilan paksa. Sama seperti kalau dipanggil aparat hukum," lanjut dia.
Dirinya juga memaparkan bahwa panggilan dari DPR tentunya sudah didahului oleh sebuah diskusi yang matang hingga akhirnya muncul keputusan.
"Ini lembaga politik, bukan lembaga perorangan yang suka-suka mencari kesalahan pejabat. Inikan lembaga negara yang harus berjalan untuk kepentingan negara. Terlepas bahwa sampai saat ini citra DPR di publik kurang baik, tapi ini lembaga negara yang punya tugas penting terkait dengan kebijakan publik," ungkap dia.
Dia menampik, munculnya pasal pemanggilan paksa akan membuat DPR menjadi otoriter. Terlebih di DPR saat ini terdapat 10 fraksi yang memiliki perbedaan pandangan. "Bagaimana mau otoriter? Sekarang saja ada 10 fraksi. Sekarang lebih transparan. Lebih terbuka," pungkasnya.
Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam revisi terbaru UU MD3, DPR memiliki kewenangan memanggil paksa seseorang dengan menggunakan polisi.