KRICOM - Presiden Joko Widodo diprediksi tidak akan mudah bersaing dalam pentas Pilpres 2019. Sebab, ada kecenderungan warga akan memilih berdasarkan faktor emosional saja.
Menurut Direktur Indo Barometer Burhanudin Muhtadi, ada politik warga global yang memilih pemimpin tidak semata-mata pada faktor yang objektif, tapi faktor emosional.
"Fenomena ini setidaknya bisa dilihat dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat, saat Donald Trump terpilih sebagai pemenang," kata Burhanudin di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).
Fenomena serupa sudah mulai terjadi. Survei Indikator Politik pada 17-24 September 2017 menunjukkan, sebanyak 68,3 persen masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi-JK selama tiga tahun memimpin.
Namun, responden yang memilih Jokowi saat tidak diberikan pilihan nama, hanya mencapai 34,2 persen.
Saat simulasi delapan nama, Jokowi mendapat 54,6 persen. Sementara saat simulasi "head to head" layaknya Pilpres 2014 lalu, Jokowi mendapatkan 58,9 persen dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mendapatkan 31,3 persen.
"Artinya ada segmen tertentu masyarakat kita yang puas dengan kinerja Pak Jokowi tapi tidak mau memilih. Dari sisi kepala, mereka mengakui Jokowi bekerja keras, tapi mereka tidak mau memilih. Antara kepala dan hati berbeda," kata dia
Menurut dia, berdasarkan survei Indikator Politik, ada 74 persen warga Jakarta yang puas terhadap kinerja petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
"Namun, 30,4 persen yang menyatakan puas tidak mau memilih petahana. Akhirnya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno pun keluar sebagai pemenang," kata dia.
Jika fenomena ini tidak diantisipasi bukan tidak mungkin akan kembali digunakan pada Pemilu 2019.
"Rakyat memilih berdasarkan faktor sentimen primordial. Gejalanya sudah terjadi. Ada upaya untuk mereplikasi untuk kepentingan elektoral yang lebih luas," kata Burhanuddin.