KRICOM - Peredaran narkoba di Indonesia diprediksi tak akan pernah selesai apabila mata rantainya tidak diputus. Hal itu terbukti ketika aparat keamanan terus menggagalkan penyelundupan sabu seberat satu ton.
Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto menyebut mata rantai peredaran narkoba harus diputusi dari kalangan pengedar. Karena kalau penjual serbuk nikmat habis, pemadat tentu akan pensiun jadi pemakai.
"Mata rantai pengedar harus lebih dulu diputus. Karena konsumen itu akan mengonsumsi (narkoba) kalau produknya ada," kata Bambang saat berbincang Kricom.id, Jumat (16/2/2018).
Namun sayang, pemutusan mata rantai dari kalangan pengedar akan sudah dilakukan lantaran hukum di Indonesia bisa dipermainkan.
Ketika ditangkap polisi, para pengedar akan berpura-pura menjadi pemakai agar mendapat hukuman ringan yakni rehabilitasi. Begitu selesai menjalani rehab, mereka balik lagi menjadi penjual narkoba.
"Kriteria pemakai dan pengedar ini bisa dibuat tarik ulur pasal sesuai keinginan penyidik. Di sini pengawasan penyidik kasus narkoba juga harus lebih diperhatikan," ujarnya.
"Karena problemnya rehabilitasi juga seringkali menjadi wilayah abu-abu yg bisa dimainkan aparat," pungkas Bambang.
Dalam kurun waktu enam bulan, aparat keamanan berhasil menggagalkan penyelundupan satu ton sabu. Ironisnya, penangkapan ini sama-sama dilakukan di Perairan Kepulauan Riau.
Penangkapan pertama dilakukan aparat gabungan Polda Metro Jaya, Polda Kepri dan Polresta Barelang pada awal Agustus 2017 silam. Saat itu, mereka mengamankan Kapal Wanderlust di Pelabuhan Tanjung Ucang, Batam, Kepri lantaran membawa 1 ton sabu dari Guangzhou, Tiongkok.
Kemudian pada Sabtu (10/2/2018) kemarin, giliran BNN dan TNI yang mengamankan 1 ton sabu yang disamarkan di antara tumpukan beras dari Kapal MV Sunrise Glory di Selat Philips atau sekitar Perairan Batam, Kepulauan Riau.