KRICOM - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mulai diperhitungkan sebagai nama yang potensial maju dalam Pilpres 2019. Bahkan, dia membahayakan elektabilitas Ketum Gerindra Prabowo Subianto, yang dalam beberapa survei berada di rangking kedua setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menjelaskan, meski saat ini elektabilitas Gatot masih pada angka yang tidak signifikan, namun faktor basis pemilih yang sama dengan Prabowo dinilai akan berpengaruh banyak.
"Dari sisi basis massa, elektabilitas Gatot meskipun masih di bawah elektabilitas empat nama yang lain, Anies (Baswedan), AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), Prabowo, Jokowi, tapi karakteristik pemilih Gatot itu lebih dekat ke karakteristik pemilih Prabowo ketimbang pemilih Jokowi," kata Burhanudin di Indikator Politik, Jalan Cikini Raya V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Dalam survei yang digelar 17-24 September 2017, elektabilitas Gatot berada di angka 1,7%, jauh di bawah Jokowi yang meraup 47,3% dan Prabowo 19%. Burhan mengatakan, harus ada survei lanjutan untuk mengetahui efek dari isu impor senjata yang berawal dari pidato Gatot, terhadap elektabilitasnya. Ia melihat, kemunculan Gatot justru tidak membahayakan Jokowi.
"Apakah kemudian pak Jokowi mengambil untung? Karena sejauh ini, Pak Jokowi juga masih aman-aman saja, baik-baik saja dengan Pak Gatot," ujarnya.
Dalam survei yang sama, di antara tiga nama pejabat kabinet yang disodorkan, Gatot yang paling diunggulkan (25%) diikuti Sri Mulyani (24%) dan Tito Karnavian (12%).
Dari survei tersebut dapat ditarik kesimpulan Gatot potensial mendampingi Jokowi. Selain itu, Burhan juga menilai citra Gatot yang dekat dengan Islam modernis juga akan menguntungkan Jokowi jika bersanding di 2019.
"Dari sisi kalkulasi massa, Pak Gatot paling punya sumbangan elektoral jika bergabung dengan Pak Jokowi," ujarnya.