KRICOM - Warga Jepang pada bulan Januari silam sempat dikejutkan oleh raibnya sejumlah mata uang digital (cryptocurrency) milik perusahaan invetasi digital Coincheck. Tak main-main, mata uang digital yang hilang disebut-sebut mencapai US$ 530 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun.
Hingga saat ini belum ada laporan siapa yang mampu membobol sistem keamanan digital Coincheck dan membawa kabur uang digital tersebut, tetapi baru-baru ini Badan Intelijen Nasional Korea Selatan mengatakan bahwa para peretas dari Korea Utara kemungkinan besar ada di balik aksi pencurian tersebut.
Menurut penyataan badan intelijen tersebut, dugaan tersebut muncul, karena Korea Utara saat ini tengah terkena sanksi embargo perdagangan batu bara dan tekstil dari Dewan Keamanan PBB. Karena itu, Pyongyang akan berusaha untuk mencari sumber pendapatan lainnya, salah satunya dengan membobol perusahaan-perusahaan penyedia investasi cryptocurrency.
"Korea Utara akan terus-menerus mencari cara untuk membawa mata uang ke negaranya dan salah satu caranya adalah mencuri Bitcoin atau cryptocurrency lainnya," ujar salah satu pengamat Korea Utara, Tara O, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (6/2/2018).
Sebelumnya, Korea Utara juga telah mendapatkan sorotan sejumlah pihak, salah satunya Amerika Serikat (AS). Menurut pernyataan salah satu pejabat negeri Paman Sam, Korea Utara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas penyebaran ransomware 'WannaCry' yang melumpuhkan operasional sejumlah bank, rumah sakit-rumah sakit, dan beberapa perusahaan besar pada tahun 2017.
Tak hanya itu, sebuah badan keamanan bernama FireEye juga menyebut sekelompok hacker yang diduga berafiliasi dengan Korea Utara telah mencuri bitcoin dari, setidaknya tiga perusahaan penyedia investasi cryptocurrency di Korea Selatan sejak Mei 2017.