KRICOM - Ketua DPP Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang menuding Hanura kubu Syarifudin Sudding melontarkan lima kebohongan. Kebohongan itulah yang menjadi legalitas bagi kubu Sudding berpisah dari kubu Oso.
"Kebohongan pertama adanya penggelapan uang partai yang besar yang dituduhkan," kata Ketua DPP Partai Hanura, Benny Rhamdani ditemui wartawan di Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Menurut dia, jika partai dalam hal ini DPP menggelapkan uang miliaran rupiah, harusnya kubu Sudding melayangkan laporan polisi. Karena penggelapan uang merupakan perbuatan pidana.
"Ini kalau benar ada penggelapan uang, kalau uang milik partai ini hilang, dihilangkan oleh ketua umum atau pengurus DPP, maka kenapa tidak ambil tindakan yang melaporkan untuk kasus hukum," herannya.
Kebohongan kedua, kata dia, perihal kepemimpinan Oso. Kubu Sudding menuding dengan keji, bahwa kepemimpinan Oso membawa Hanura ke jurang kehancuran.
"Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan Pak Oso membuat Partai Hanura lebih buruk, variabel yang digunakan adalah survei dari lembaga survei," ujar dia.
Selanjutnya, ujar Benny, kubu Sudding berbohong perihal mendapat dukungan 27 DPD sehingga berkhianat ke Oso. Padahal kubu Sudding tidak didukung sebanyak 27 DPD.
"Nanti Minggu akan kami buktikan, DPD 17 bahkan menjadi 19 DPD (mendukung Oso)," lanjutnya.
Kebohongan kelima, lanjutnya, terkait AD/ART partai. Kubu Sudding selalu menggunakan AD/ART yang dimanupulatif, seolah-olah agenda politik mereka ini legal.
"Mereka memanipulasi. Pasal 15 AD/ART tentang pengisian pengosongan jabatan. Kemudian Pasal 16 pergantian ketum hanya bisa dilakukan melalui munaslub. Dalam keadaan khusus itu jika misalnya Pak Wiranto itu kemarin diangkat Menko Polhukam terjadi kekosongan. Maka munaslub. Kemudian dipersyaratan munaslub diatur Pasal 23, syaratnya berhalangan tetap, melakukan pelanggaran AD/ART, atau pidana, undur diri, dan mendapatkan dukungan dua pertiga DPR dan DPD," jelasnya.