KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Permintaan Habib Rizieq Shihab berupa garansi dari Presiden Jokowi untuk tidak ditangkap saat kembali ke Indonesia, dinilai kekanak-kanakan dan melecehkan institusi Polri. Hal itu karena Jokowi terlalu tinggi untuk dilibatkan mengurusi kasus yang remeh temeh ini.
Menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Salestinus, Jokowi tidak memiliki hak prerogatif untuk mengeluarkan perintah untuk tidak menindak Rizieq Shihab saat tiba di Indonesia. Permintaan tersebut, menurut Petrus adalah eror in persona.
Seharusnya, lanjut Petrus, Rizieq boleh memohon kalau dia sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
"Karena pada tahap itu hanya Presidenlah yang punya hak prerogatif untuk memberikan perlakukan khusus atau istimewa kepada seorang warga negara Indonesia yang sudah berstatus bersalah," kata Petrus dalam keterangan persnya kepada Kriminalitas.com di Jakarta, Sabtu (16/9/2017).
Menurut Petrus, Rizieq seharusnya belajar menggunakan hukum dan etika secara baik, lalu bersikaplah secara kesatria, tidak boleh mendikte Presiden Jokowi dari pelariannya.
"Ini namanya gede rasa, karena Polri dan TNI serta dukungan rakyat yang besar, siap mengamankan negara ini dari gangguan pihak manapun," kata dia.
Prinsip hukum Indonesia telah menempatkan semua warga negara sama dihadapan hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali.
"Karena itu Rizieq Shihab harus sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, buanglah perasaan seperti merasa lebih hebat dari yang lain. Jika ingin pulang, maka harus siap untuk ditangkap dan ditahan," tutur Petrus yang terlihat sangat geram ini.
Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab akan pulang ke Indonesia, asalkan kasus yang menyeret namanya dihentikan. Apalagi, jika Presiden Joko Widodo mau menerima dengan baik, dan menutup semua kasus hukum yang dituduhkan kepada Rizieq.
Menurut pengacara Rizieq, Eggi Sudjana, kliennya ingin agar bangsa Indonesia menjadi lebih baik, termasuk menyukseskan Pemilihan Presiden 2019.