KRICOM - Rencana Badan Legislatif (Baleg) menambah kursi pimpinan MPR/DPR untuk PDI Perjuangan dikritik sejumlah pihak. Banyak yang menganggap keputusan itu dilakukan lantaran ada politik balas budi.
Pakar Hukum Tata Negara, Hifdzil Alim sependapat dengan anggapan tersebut. Apalagi sampai sekarang, banyak pekerjaan rumah DPR yang masih belum terselesaikan.
"Hemat saya, itu sangat tidak efektif. Lebih baik DPR fokus ke urusan legislasinya yang masih di bawah keberhasilan dari pada bagi-bagi kursi," kata Hifdzil kepada Kricom.id di Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Sebagai partai pemenang pemilu, PDI Perjuangan boleh saja meminta agar kadernya mendapat jatah untuk menduduki kursi pimpinan.
Namun keinginan itu nampaknya belum bisa dilakukan saat ini. Mengingat, masa kepemimpinan legislatif pun hanya tinggal satu tahun lagi. Sehingga menambah kursi pimpinan merupakan hal sia-sia.
"Kinerja DPR masih belum bagus, apalagi sekarang berkejaran dengan usia DPR periode ini yang tak lama lagi. Jangan sampai dicatat dalam sejarah bahwa DPR saat ini cacat legislasi," tegasnya.
Peneliti PUKAT UGM ini pun tak setuju dengan pemikiran Ketua DPR, Bambang Soesatyo yang merasa tak elok apabila PDIP tak menempati kursi pimpinan.
Apalagi, partai berlambang banteng ini memiliki kekuatan politik terbesar.
"Lah kok urusan begini, ketua DPR bilang elok dan gak elok? saya secara pribadi tidak menemukan poin dari maunya ketua DPR ini selain hanya bicara soal kekuasaan, bukan bicara soal amanah sebagai anggota legislatif. Ini terlalu pragmatis. Malah tampak tak elok," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, delapan fraksi menyatakan sepakat dengan penambahan satu kursi pimpinan DPR, tiga kursi pimpinan MPR, dan satu kursi pimpinan DPD di dalam revisi UU Nomor 17/2014 tentang MD3 untuk dibawa ke rapat paripurna DPR.
Kesepakatan tercapai dalam rapat Panja antara Baleg DPR dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/2).
Adapun delapan fraksi yang dimaksud di antaranya yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PKB, Hanura. Sementara partai yang menolak, yakni PPP dan Nasdem.