KRICOM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati Pasal 245 revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam Pasal tersebut, aparat penegak hukum harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) jika hendak memeriksa anggota dewan.
Alhasil, beberapa pihak menilai pasal tersebut berpotensi menghambat proses penegakan hukum terhadap anggota dewan. Akan tetapi, Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menampik dugaan tersebut. Dia juga memastikan jika kemunculan pasal itu bukan 'cara' DPR untuk terhindar dari proses hukum.
"Ah mana ada akal-akalan, kan kami membahasnya dengan pemerintah. Menurut kami di sini ada BKD (Badan Keahlian Dewan), setiap anggota DPR berhak mendapatkan kehormatan itu sebagai anggota," kata Bamsoet kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Lagipula, lanjutnya, MKD sudah semestinya memberi pertimbangan ketika anggota DPR hendak diperiksa.
"Sama seperti wartawan, enggak mungkin di bawa ke polisi (sebelum) ada dewan pers, ada aturan yang melindungi kehormatan profesi," ujarnya.
Pasal tentang pemeriksaan anggota dewan oleh aparat penegak hukum melalui izin MKD pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang tertuang dalam amar putusan nomor 76/PUU-XII/2014.
Dengan dasar itu, frasa 'izin' yang sebelumnya ada di pasal tersebut berubah menjadi frasa 'pertimbangan'. Dengan kata lain, revisi terhadap UU MD3 tetap memerhatikan amar putusan MK.
"Intinya keputusan MK sudah diadopsi oleh pasal di situ, intinya kan izin presiden. Kalau dulu kan memang izin MKD dulu, baru diusulkan ke presiden," tandasnya.