KRICOM - Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menganggap Hari Sumpah Pemuda yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928 merupakan titik awal kesadaran kolektif untuk bersatu sebagai bangsa dan negara.
Namun hebatnya, para pemuda di tahun 1928 itu tidak mengabaikan eksistensi identitas etnis dan agama yang berbeda-beda karena semangat etnis dan agama itu yang menjadi jiwa yang mendorong kemerdekaan.
"Jadi, secara filosofis yang dilakukan para pemuda saat itu bukan upaya membentuk keseragaman dalam satu bangsa dan negara, namun justru memperkuat identitas keberagaman dengan mengakui keberagaman itu akan mampu menyatukan karena nalar sehat keinginan untuk hidup bersama dan saling berbagi dalam satu Indonesia," ujar Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak melalui siaran pers, Sabtu (28/10/2017).
Karenanya, Dahnil menyebut Sumpah Pemuda sejatinya mewariskan semangat dialogis yang kuat dalam menjaga keberagaman.
"Nalar sehat adalah instrumen utama dalam dialog tersebut sehingga keberagaman dipahami sebagai pemersatu dan kekuatan, bukan kelemahan. Ditambah para pemuda saat itu memiliki musuh bersama bernama kolonialisme," jelasnya.
Menurutnya, tantangan bagi para pemuda di era generasi milenial saat ini ialah merawat nalar yang menyatukan di tengah maraknya gempuran hoax dari media sosial.
Selain itu, ujar Dahnil, pemuda saat ini juga memiliki musuh merusak yang amat berbahaya, yakni korupsi dan narkoba.
"Bila dulu kolonialisme merampas masa depan pemuda atas negara yang merdeka, maka kini hak masa depan Indonesia yang bermartabat, cerdas, dan sejahtera dirampas dan diancam oleh perilaku korup para politisi rakus, korporasi rakus, dan orang-orang yang dengan tega merampas hak-hak masa depan pembangunan dan pelayanan publik untuk kepentingan pribadi dan golongannya," paparnya.
Dia menambahkan bahwa perlawanan terhadap korupsi yang dimulai dari pilihan gaya hidup antikorupsi dan antinarkoba di kalangan pemuda bisa menjadi jalan membangun kesadaran kolektif menyatukan Indonesia melalui tradisi dialog.
"Jadi, saat ini dibutuhkan semangat menggembirakan kembali dialog, untuk menjaga keberagaman dan memaknai Indonesia yang satu," tandasnya.