KRICOM - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR, Senin (12/2/2018) kemarin. Akan tetapi, pengesahan UU MD3 tersebut belakangan menuai pro dan kontra.
Bahkan, perbedaan pandangan sudah mulai tercium saat proses pengesahan di DPR. Setidaknya, ada dua fraksi yang memilih walkout, yakni Fraksi Nasdem dan PPP. Mereka beranggapan, UU MD3 perlu ditunda dengan berbagai pertimbangan. Namun, paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon akhirnya mengesahkan RUU tanpa mempertimbangkan suara dua fraksi tersebut.
Polemik pengesahan UU MD3 akhirnya melebar ke masyarakat dan akademisi, salah satunya dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM). Ketua DPP IMM bidang Hikmah, Muhammad Solihin menilai, pengesahan tersebut terkesan terburu-buru.
Para wakil rakyat di Senayan dianggap mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan asas demokrasi yang dipegang teguh Tanah Air.
"Lonceng kematian demokrasi telah diperdengarkan dalam rapat paripurna yang resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3)," kata Muhammad Solihin dalam keterangan tertulis yang diterima Kricom, Kamis (15/2/2018).
Keputusan yang diamini oleh delapan fraksi di DPR ini dinilai terlalu terburu-buru. UU MD3 saat ini dianggap hanya sebagai produk hukum yang cenderung prematur.
"Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai penolakan dan perlawanan dari masyarakat dan ormas. Kami termasuk yang terdepan menolak ini karena prematur," jelasnya.
Setidaknya, ada beberapa poin yang disoroti DPP IMM yang termaktub dalam hasil revisi UU MD3, seperti penambahan pimpinan DPR, DPD, dan MPR. Kemudian perumusan ulang tugas dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), penguatan hak imunitas, serta beberapa lainnya.
Sebagai langkah konkret, DPP IMM pun meminta kepada masyarakat guna mengajukan UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Membawa UU MD3 ke MK merupakan upaya pemenuhan rasa keadilan yang saat ini mulai dikebiri oleh para elite politik yang mulai menutup rapat ruang komunikasi melalui pengesahan itu," tandasnya.