KRICOM - Dalam kurun waktu enam bulan, aparat keamanan kembali menggagalkan penyelundupan sabu seberat satu ton. Ironisnya, penangkapan itu sama-sama terjadi di Perairan Kepulauan Riau.
Pengamat Kepolisian, Bambang Rukminto memaklumi jika Indonesia masih menjadi pangsa pasar narkoba. Hal ini tak lepas dari lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku.
"Dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta, tentunya Indonesia akan jadi pasar yang sangat potensial berbagai macam produk, termasuk narkoba. Problem saat ini ada di penegakan hukum," kata Bambang saat berbincang dengan Kricom, Selasa (13/2/2018).
Bambang menilai, pemberantasan narkoba bukan cuma berasal dari penangkapan yang dilakukan aparat keamanan saja.
Tapi juga harus ada sinergi dari tegasnya penegakan hukum. Apalagi masih banyak bandar narkoba yang ujung-ujungnya lolos dari hukuman mati lantaran hanya dijatuhkan vonis ringan.
"Banyak pelaku yang lolos dan mendapatkan tuntutan atau hukuman lebih ringan. Ini yang kadang juga dikeluhkan kawan-kawan di kepolisian, sudah capek menangkap, terkadang di pengadilan divonis ringan," tambahnya.
Namun sekalipun si bandar mendapat vonis mati, terkadang mereka masih bisa lolos dari eksekusi lewat grasi atau peninjauan kembali (PK).
Proses persetujuan PK yang membutuhkan waktu pun, acapkali dimanfaatkan narapidana dengan melakukan aksinya kembali.
"Kasus-kasus bandar narkoba masih bisa mengatur transaksi di dalam penjara, karena memang mereka masih punya ruang, dan waktu yang lebar untuk bermain-main," tandas Bambang.
Pada Sabtu (10/2/2018) kemarin, BNN dan TNI berhasil mengamankan Kapal MV Sunrise Glory di Selat Philips atau sekitar Perairan Batam, Kepulauan Riau.
Penangkapan ini bermula dari informasi yang didapat BNN bahwa ada Kapal MV Sunrise Glory akan berlayar ke Indonesia dengan mengangkut 1 ton sabu.
Dan benar saja, saat ditangkap sabu sebanyak seberat 1 ton itu disamarkan di antara tumpukan karung beras.