KRICOM - Presiden Palestina Mahmoud Abbas kembali meminta kepada semua pihak untuk menolak posisi Amerika Serikat (AS) sebagai mediator perdamaian antara negaranya dengan Israel. Kali ini, permintaan tersebut ia sampaikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Permintaan tersebut disampaikan Abbas saat dirinya bertemu dengan Putin di Kremlin, Moskow pada Senin (12/2/2018) waktu setempat. Dirinya juga memastikan bahwa Palestina tidak akan bekerja sama dengan AS.
"Kami menyatakan bahwa sejak saat ini kami menolak untuk bekerja sama dalam bentuk apapun dengan AS, terkait statusnya sebagai mediator, sama seperti kami menolak sikapnya (terkait status Yerusalem)," ujar Putin sesaat sebelum memulai pembicaraan dengan Putin.
Tak sampai di situ, Abbas juga mengusulkan untuk menggandeng pihak-pihak lain dalam penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel.
"Contohnya adalah dengan melibatkan 'Kuartet Timur Tengah' ditambah beberapa negara seperti dalam pembicaraan nuklir di Iran," ujar Abbas, merujuk pada program pengembangan nuklir Iran.
Kuartet Timur Tengah sendiri merupakan kelompok negara-negara yang memang bertugas menangani konflik di Timur Tengah, khususnya Israel-Palestina. Kuartet tersebut beranggotakan organisasi PBB, Uni Eropa, AS, dan Rusia.
Adapun sikap penolakan Abbas berawal dari klaim sepihak yang dibuat oleh Presiden AS Donald Trump terkait status Kota Yerusalem. Menurut Trump, Yerusalem sejatinya adalah Ibu Kota dari Negara Israel.
Pernyataan tersebut menimbulkan kekisruhan di berbagai tempat dan gelombang unjuk rasa di beberapa negara, salah satunya Indonesia. Tak sampai di situ, warga Palestina dan militer Israel juga sempat mengalami bentrokan akibat pernyataan kontroversial Trump.
Pemerintah Mesir sempat merilis draf resolusi untuk mengembalikan status Yerusalem di DK PBB, tetapi upaya tersebut diveto oleh AS. Meski demikian, PBB melalui sebuah rapat darurat menyatakan agar semua negara menghormati status quo Yerusalem dan mengabaikan klaim sepihak Trump.