KRICOM - Presidium Alumni 212 disarankan agar banting setir sebagai Partai Politik. Bukan tanpa alasan, Ormas pimpinan Slamet Maarif tersebut lebih cocok menjadi parpol dibandingkan Ormas agama karena arah gerakan kelompok ini lebih condong ke politik kepentingan namun dibalut ajaran agama.
Hal ini diungkapkan Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Menurutnya, ada sejumlah indikator yang menunjukkan gerakan Presidium 212 memiliki agenda politik. Pertama, pada saat pilkada DKI gerakan 212 memiliki agenda politik untuk menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ) dengan berbagai isu SARA yang dikemas dengan propaganda menggunakan ayat sampai mayat.
"Kedua, propaganda dengan jargon jangan pilih calon kepala daerah yang di diusung oleh partai yang mendukung penista agama sudah beredar di berbagai media. Di lain pihak, mereka membuat propaganda jangan pilih partai dan calon presiden yang mendukung penista agama, jangan pilih partai pendukung Peppu No 2 tahun 2017," ujar Karyono kepada wartawan di Jakarta, Minggu (3/12/2017).
"Ada kata 'jangan pilih', itu sudah jelas merupakan bagian dari kepentingan politik. Lalu ada lagi narasi 'jangan pilih Parpol pendukung enista agama', maka ini apa namanya kalau bukan tendensi politik? Ada yang bisa jawab enggak?," lanjutnya.
Namun sayangnya lagi, narasi politik yang gamblang tersebut selalu dibantah oleh Presidium Alumni 212, bahwa gerakan dan sepak terjang mereka sejauh ini tidak ada kepentingan politik apapun.
"Celakanya mereka membantah itu dan menyatakan ini murni kepentingan keagamaan, padahal itu jelas gerakan politik. Kalau ke Presiden narasinya 'Jangan pilih presiden pendukung penista agama yang tendensinya mengarah ke Jokowi," tuturnya.
Terkait dengan sepak terjang dan gerakannya yang sangat bernuansa politik tersebut, Karyono pun memberikan saran agar Presidium Alumni 212 sebaiknya menjadi partai politik atau menjadi underbow partai politik. Hal ini supaya fokus memperjuangkan aspirasi umat Islam melalui saluran demokrasi yang diatur oleh konstitusi.
"Dengan begitu maka persepsi dan kesan Presidium Alumni 212 menjadi broker politik bisa dihindari," tegasnya.
Karyono juga menyinggung soal transparansi anggaran yang digalang oleh gerakan Alumni 212 itu dinilai sangat penting, agar tidak ada dusta di antara kita.
"Sebagai tokoh dan pemimpin umat harus menjadi suri tauladan terutama soal kejujuran," tutupnya.